Cerita Mahasiswa.
Berikut adalah cerita dari teman kita, Nenny Febrianny Yasa Putri, yang sedang ryuugaku di Universitas Kanazawa (Kanazawa Daigaku) Jepang. Kita sama-sama simak yuk ceritanya…
Pengalamanku Tinggal di Jepang
Pada tanggal 28 November 2021 saya pertama kali menginjakan kaki di negara Jepang. Rasanya senang sekali, karena ini adalah salah satu mimpi saya. Begitu sampai disini, saya langsung terpikir apa kehidupan di Jepang itu terlihat sama menyenangkan seperti yang saya sering lihat di internet. Jawabannya, benar, tapi tidak semua. Semenjak datang ke Jepang ada 4 hal yang saya perhatikan dan budayanya sangat berbeda dengan di Indonesia.
Pertama, bus. Bus merupakan alat transportasi yang sangat sering di jumpai. Mengejutkannya, kalau di Indonesia bus hanya digunakan di jalan raya saja, di sini bus melewati perumahan warga dengan jalan yang terbilang sempit. Namun, bukan hanya itu yang membuat saya terkejut. Meskipun di dalam bus tertulis “bangku prioritas”, namun prinsip disini adalah “siapa cepat dia dapat”. Jadi, meski terdapat lansia yang tidak mendapat tempat duduk, mereka yang menduduki bangku lebih dulu, rata-rata mereka tidak akan memberikan kursi itu kepada lansia tersebut. Alasan yang menarik adalah terkadang para lansia tidak suka diperlakukan seperti “lansia”. Jadi, mungkin ketika kita bersikap dermawan dan memberikan kursi yang kita duduki, mungkin beberapa dari lansia tersebut akan merasa terusik. Selain itu, rata-rata orang Jepang tidak mau duduk langsung bersebelahan dengan orang lain. Meskipun masih banyak bangku kosong, mereka lebih memilih berdiri daripada duduk disebelah orang lain.
Kedua, kucing. Jika di Indonesia saya sering menjumpai banyak sekali kucing liar, di Jepang tidak ada sama sekali. Daripada kucing, saya lebih banyak melihat burung gagak. Dikatakan kalau kucing dan anjing liar di sini akan ditangkap. Dan jika beberapa dari mereka berpenyakit, ada kemungkinan lebih baik untuk dibunuh. Jadi, jika ingin melihat dan bermain dengan kucing, bisa mendatangi petshop atau cat café
Ketiga, anak kecil. Hal yang paling saya rasakan berbeda di Jepang adalah saya tidak bisa sembarang menyapa anak-anak. Alasannya, karena kita orang asing. Sebagai orang yang suka anak-anak saya sedih sekali. Ketika di Indonesia menyapa anak-anak disebut dermawan, berbanding terbali dengan di Jepang, para orang tua sang anak disini sangat mewanti-wanti anaknya dari ‘orang asing’.
Keempat, food loss. Tingkat food loss di Jepang sangat tinggi sekali. Tanggal kadaluwarsa makanan di Jepang itu lebih pendek dibandingan dari negara lain. Selain itu, jika ada makanan (di convenient store, super market, restoran dan lain-lain) yang tidak terjual, semua itu akan dibuang meskipun tanggal kadaluwarsanya masih hari selanjutnya. Jika di Indonesia makanan seperti itu bisa dibawa pulang oleh pegawainya, tapi kalau di sini tidak boleh. Alasannya karena kehigienisan, ditakutkan akan ada penyebaran bakteri.