Dosen DPBJ Ibu Noviyanti Aneros S.S., M.A yang mengajari kami pada mata kuliah Nihon Bungaku atau Sastra Jepang pada tahun 2017, meminta kami untuk membuat hasil karya berupa cerpen terkait Jepang.
Berikut hasil karya cerpen yang telah saya coba tulis. Semoga dapat menghibur para pembaca semua.
“Omedetou”
Dita Gina Hadiyanti
“Yeaayyy….!!!” teriak teman-temanku. Sorak sorai penuh kegembiraan menyelimuti hari kelulusan kami. Setelah tiga tahun berjuang, akhirnya aku tak akan pernah mengenakan seragam putih abu lagi..
“Ureshii koto mo areba kanashii koto mo aru” ucapku dalam hati. Kujelajahi semua pelosok tempat-tempat yang ada di sekolahku. Kuingat kembali masa-masa indah bersamanya. Ya, hanya dengan dia. Di masa SMA ini aku merasa hanya dia satu-satunya temanku. Di kelas dan di mana pun aku lebih suka sendiri, tapi dia selalu menggangguku hingga akhirnya aku merasa akrab dengannya. Masa-masa aku bersamanya pun hanya sedikit sebetulnya. Seringnya, aku menghabiskan waktu sendiri. Ingin rasanya aku mengabsen kenangan itu satu persatu. Pertama saat pertama kali aku mengenalnya adalah ketika dia tiba-tiba mengirimkan satu bait lirik lagu Jepang favoritku. Aneh, tahu dari mana dia lagu favoritku. Lalu tiba-tiba saja dia memperkenalkan diri dan bilang kalau sebenarnya dia telah lama memperhatikan dan mencari tahu semua tentang diriku. Awalnya aku merasa risih. Apalagi semenjak saat itu dia sering sekali memperhatikan aku, mencuri-curi waktu untuk mengobrol denganku. Sampai akhirnya, dia pun ikut les bahasa Jepang dan jadi kita sama-sama belajar Jepang. Aku bingung, apa ini taktiknya untuk memacari aku ya?
Semakin hari aku pun semakin terpikat dan masuk ke dalam perangkapnya. Aku tak berharap dia menjadi pacarku, tapi yang jelas aku tahu bagaimana perasaanya terhadapku.
Sekarang aku tepat berada di depan ruang kelasnya. Kupandangi beberapa saat, dan kuselami memori indah saat itu. Waktu itu aku harus berlari ketika selesai shalat dzuhur setiap kali melewati kelasnya karena tak tahan mendengar teriakan temannya yang mengatakan “Fakhri..fakhri..cieeee”
Menyebalkan selaki rasanya saat itu. Tapi ketika aku mengenangnya sekarang, rasanya aku bahagia sekali. Aku tersenyum sendiri. Kini kulangkahkan kakiku untuk masuk ke dalam kelasnya. Kupegang pintu kelas dimana ia sering menyandakan badannya sambil melihatku melewati kelasnya. Pandangannya yang saat itu aku benci, tapi sekarang rasanya aku ingin sekali balik menatap matanya.
Kulanjutkan langkah kakiku hingga akhirnya aku sampai di depan ruang kelasku. Kembali ku putar rekaman kenanganku bersamanya. Saat dia berpura-pura ingin belajar bahasa Jepang denganku, padahal itu hanya modus saja. Katanya pengen belajar bahasa Jepang, tapi pas belajar pembahasannya jadi melantur ngepoin ini dan itu tentang aku. Setelah rekaman kenangan itu selesai, aku berniat mengunjungi tempat terakhir dimana kenangan aku dengannya tersimpan, yaitu parkiran sekolah dimana tempat ia sering menyimpan permen milkita di motorku. An ternyata benar saja, eperti biasa, selalu ada permen milkita. Ku pundurkan motor ku sambil berharap semoga sebelum aku meninggalkan tempat ini aku bisa melihatnya..
“Mayu.!” tak kusangka.orang yang saat ini ingin aku lihat, muncul tepat dihadapanku.
“Sotsugyou omedetou..” katanya sambil menyodorkan mawar putih, boneka hello kitty dan satu lagi, entahlah apa itu..
“Waaa…arigatou” sambil ku terima semua hadiah yang dibawanya.
“Waza-waza banget ngasih semua ini buat aku” ucapku dengan mata berkaca-kaca
“Iya dong..ini semua kesukaan kamu kan?”
Aku hanya mengangguk.
“Oya May, kapan kamu berangkat ke Jepang?”
“Entahlah, masih menunggu kabar dari ayah, Ri. Kamu gimana seleksinya, lulus di universitas mana?”
“UPI dong. Bahasa Jepang lagi. Aku kan mau nyusul kamu ke Jepang”
“Hihi..dasar..kamu ga ada capenya buntutin aku terus”
“Hehe.. May suratnya kamu baca pas nanti udah di Jepang aja ya. Kalau kamu sudah selesai baca suratnya, kabari aku sambil kirimin foto kamu sama pemandangan Jepang, oke? Aku duluan ya..bye…”
“Eh Fakhri tunggu!”
Tapi dia meninggalkanku dengan matic hitamnya.
2 bulan setelah kejadian itu, akhirnya aku sampai di Jepang. Aku memang lahir dan besar di Jepang. Ayahku bekerja di kedutaan besar Indonesia di Jepang. Tapi ketika aku SMP, ayah dan ibuku bercerai, dan ibu membawaku ke Indonesia hingga akhirnya aku melanjutkan sekolah di sini. Tapi ibuku tidak mampu menyekolahkanku ke perguruan tinggi, sehingga ayah menariku kembali ke Jepang.
Sekarang aku harus tinggal di apato kecil bersama ayah. Karena rumah yang dulu aku tinggali bersama ibu lebih luas, kini aku harus kembali ke rumah mini dengan pintu geser, genkan, rouka, dan segala yang identik dengan Jepang.
Tanpa merasa lelah, langsung ku geledah isi koper dan kucari surat yang di maksud Fakhri waktu itu.
Suki desu
Mattemasuyo
Itsumademo
Deg…senang sekali rasanya membaca tiga kata dari isi surat itu. Segera kukeluarkan ponselku dan membalas suratnya melalui media sosial
Atashi mo
Ja, matte ne! ano hi ga kuru made
Dengan cepat dia membaca pesanku. Tak lama kemudian ponselku bergetar
Ano hi ga kuru made tte nani?
Kubaca pesannya sambil kurebahkan badanku di lantai
Hmm..kekkon kana
Ku tekan tombol kirim dengan perasaan berbunga-bunga.
Setelah itu, ia hanya mengirimkan stiker tanda cinta.
Dasar gombal. Gumamku.
Hari-hari pun berlalu. Meskipun ia tidak dapat kulihat secara langsung, tapi kehadirannya sungguh nyata terasa. Di sela-sela kesibukan, kami selalu menyempatkan chatting ataupun video call. Masa-masa itu berlanjut hingga akhirnya aku melepaskan gelarku sebagai ichi nensei.
Kemudian perlahan-lahan ia mulai menghilang dari kehidupanku. Awalnya dia hanya membalas pesanku dengan seadanya, hingga akhirnya dia jarang sekali memberikan kabar padaku. Hingga suatu hari aku menerima pesan darinya
>Assalamualaikum.
Ku kerutkan alisku. Aneh sekali, biasanya dia selalu memulai pembicaraan dengan kata sapaan bahasa Jepang.
-Waalaikumsalam.
-Genki?
-Kemana aja?
Aku yang biasanya selalu membalas pesan seperlunya, kini mendadak jadi berubah
>Genki desu. Di kampus aku lagi ngadain acara rohis May, maaf lama ngga ngasi kabar.
>Daijoubu
>Oya May..aku baru tau loh klo dalam islam kita ga boleh interaksi berlebihan dengan lawan jenis
-Oh, gitu ya..
>Iya, makanya..maaf ya kalau kedepannya kita bakal jarang chatting lagi..buat ngejaga aja. Aku kan mau jadi imam yang baik buat kamu.
-Hmm.. oke deh
Itulah pesan terakhir yang kulayangkan kepadanya. Setelah itu tak pernah ada komunikasi lagi diantara kita.
Dengan penuh harap, setiap hari entah berapa kali kutekan tuts ponselku untuk melihat notifikasi. Berharap satu kata saja terbaca dari kontaknya.
Lima bulan, enam bulan. Pesan darinya yang kutunggu-tunggu tidak kunjung datang. Aku mulai gelisah. Apa dia masih menyukai aku? Jangan-jangan dia sudah mendapatkan perempuan shalehah di kampus yang terkenal religius itu.
Tak terasa air mataku menetes. Sambil kulihat wajahku di depan cermin. Ya, aku yang sekarang sepertinya sudah tidak pantas lagi untuknya. Dia yang sekarang sudah berubah 180 derajat. Mungkin tipe perempuannya yang sekarang adalah perempuan yang bercadar, pandai mengaji, wawasan agamanya luas. Sedangkan aku di sini, rambutku masih terurai panjang dan kupertontonkan pada semua laki-laki, huruf-huruf hijaiyah pun, entahlah, mungkin aku lebih hafal huruf-huruf kanji yang sangat banyak ketimbang dua puluh enam huruf hijaiyah itu. Selama ini aku semakin jauh dari Rabb ku.
Astagfirullah.
Segera kuambil air wudhu dan kutunaikan shalat. Untunglah, aku belum melupakan bacaan shalat. Sejak saat itu, aku mulai menutup rapi auratku dan ikut bergabung dengan komunitas muslim di kampusku. Bersama mereka yang taat beragama, aku pun menjadi semakin istiqomah menapaki jalan hijrah ini. Kuperbaiki bacaan Al-qur’an dan kuperdalam ilmu tentang Islam. Sedikit demi sedikit aku mulai bisa melupakannya. Meskipun begitu, ada setitik harapan yang kutaruh padanya.
Dia akan menepati janjinya. Janji? Tapi janji apa ya? Kekkon? Tapi dia belum pernah berjanji akan menikahiku secara langsung.
Tapi kata-kata itu. Aih, pikiranku menjadi kacau karena ketidakjelasan hubungan ini.
Hari kelulusan pun tiba. Kuputuskan untuk pulang menemui ibuku selepas ini. Walau sebenarnya aku bertanya-tanya dengan hatiku, apa benar yang ingin kutemui ini ibu, atau jangan-jangan Fakhri.
Setibanya dikampung halaman, kucoba berjalan-jalan di kota kecil tempat kelahiran ibuku, berharap sosok Fakhri muncul dihadapanku. Tapi naas, sampai aku kembali lagi ke negeri sakura, aku tak kunjung bertemu dengannya. Akhirnya kuputuskan untuk melanjutkan studiku sesuai dengan permintaan ayah.
Tapi setelah itu tiba-tiba muncul pesan dari Fakhri
>Assalamu”alaikum.
-Wa’alaikumussalam
>Apa kabar May?
-Alhamdulillah, genki desu.
>To the point aja ya. May, kamu mau ga jadi ibu dari anak-anak aku?
Deg, bahagia bercampur bingung meliputi pikiranku. Bagaimana ini, aku terlanjur melanjutkan studi. Kemudian kuberanikan diri untuk membicarakan hal ini bersama ayah. Tapi ayah melarangku untuk menikah dulu, dan harus fokus dengan kuliah paska sarjana. Dengan harapan dia mau menungguku satu tahun lagi hingga aku lulus, kuutarakan ketidaksetujuan ayah karena alasan kuliahku takut terganggu. Tapi ternyata dia membalas,
>Oh gitu ya..mungkin kita bukan jodoh ya May..
-Iya mungkin. Semoga kamu bahagia..
Satu minggu kemudian kubaca status facebook terbarunyanya satu menit yang lalu. Walimatul ursy? Terlihat pula foto perempuan bercadar disampingnya yang pastinya itu adalah istrinya. Banyak lantunan doa terucap untuk mereka, tapi hanya satu kata yang mampu aku ucapkan ”Omedetou”.