Dosen DPBJ Ibu Noviyanti Aneros S.S., M.A yang mengajari kami pada mata kuliah Nihon Bungaku atau Sastra Jepang pada tahun 2017, meminta kami untuk membuat hasil karya berupa cerpen terkait Jepang.
Berikut hasil karya cerpen yang telah saya coba tulis. Semoga dapat menghibur para pembaca semua.
“Ai no Himitsu”
Dewi Tresnawati
Malam begitu sunyi, entah mengapa malam ini terasa begitu sepi. Mitsuko yang duduk di salah satu gerbong kereta api merasakan hal itu.
“Ah … mungkin karena sedikit orang yang duduk digerbong ini”. Katanya dalam hati mengobati kegelisahannya.
Ya, memang malam ini tidak banyak penumpang yang naik. Hanya seorang Ibu dan Anak laki-lakinya yang sedang tertidur dan seorang lelaki dewasa berkumis tebal yang membuat Mitsuko merasa takut.
Dinginnya malam memaksa Mitsuko melipatkan tangannya. Syal dan jaket merahnya tak mampu mengusir rasa dingin yang menusuk tulang. Mitsuko memandang keluar jendela. Tetesan air mengalir dari atap membasahi kaca perantara antara ia dan dunia luar. Hujan yang sangat deras, mengingatkannya pada satu memori, memori yang entah harus ia kenang atau ia lupakan, yang jelas memori itu telah menimbulkan tanda tanya besar dihatinya. Saat itu …
9 Juli 2011,
“Mitsuko, tunggu aku.” celoteh Ayumi sahabat terbaik Mitsuko.
“ Ayo dong cepet, dasar anak mamih” jawab Mitsuko.
“Iya tunggu, tali sepatuku lepas nih.” Kata Ayumi.
“Cepet dong Ayumi, kalo kita telat nanti kena hukum” ajak Mitsuko dengan menggandeng tangan sahabatnya itu.
Dengan napas yang tersenggal-senggal mereka berlari sekuat tenaga menuju gerbang SMA favoritnya. Gerbang yang memulai ceritanya , kisahnya, cinta dan kasihnya.
“Heh kamu ini udah jam berapa? punya jam gak sih? hari pertama aja udah gini, gimana nanti-nanti !”seorang kakak kelas yang merupakan petugas tata tertib menegur mereka. Wajahnya sangat garang. Entahlah, mungkin tuntutannya seperti itu.
“Bengong lagi? denger gak sih lo!” Mitsuko dan Ayumi terdiam. Hal seperti ini, bukanlah hal yang asing bagi mereka.
Hari pertama Ospek cukup menyenangkan, walaupun sedikit kecewa karna hujan, hingga kegiatan dilakukan di dalam ruangan. Dimulai dari perkenalan Kakak kelas, bernyanyi bersama, dan kegiatan lainnya. Hhhmm …. Cukup berkesan.
Hari ini adalah hari terakhir ospek. Namun, saat Mitsuko menjalani ospek, ia merasa sedikit terganggu. Seorang panitia laki-laki, berpostur tinggi, berkulit sawo matang dan berkacamata sepertinya selalu memperhatikannya, atau perasaannya saja ? entahlah.
“Mitsuko liat deh” Ayumi menunjuk sesuatu.
‘ ’Apaan sih ? “ Tanya Mitsuko penasaran.
“Liat tuh Kakak kelas itu, merhatiin kamu dari tadi” jawab Ayumi.
“Siapa ?” Mitsuko mencoba mencari sosok itu, dan ya Ayumi menunjuk ke sekumpulan Pantia laki-laki yang berada dibawah pohon rindang. Mereka terlihat sedang berbincang. Apa yang mereka perbincangkan ? Mitsuko atau Ayumi? sebab matanya selalu tertuju ketempat duduk mereka. Yang membuat Mitsuko merasa menjadi bahan tertawaan. Ia sangat benci hal itu.
“Ayumi… sini dong !” salah satu dari mereka memanggil namanya. Dari mana ia tahu nama sahabatku itu ? sebegitukah terkenalnya kita ?” pikirnya dalam hati. Ayumi segera bergegas menghampiri sekumpulan anak laki-laki itu. Mereka mengobrol. Ayumi mengeluarkan handphonenya. Untuk apa ? Mitsuko semakin bertanya-tanya. Ayumi berlari ketempat Mitsuko dengan wajah yang gembira. Semakin membuatnya bingung. Setelah sampai, dengan sikap seperti Polisi yang sedang bekerja, ia melaporkan kejadiannya.
“Tau gak tadi aku ngapain?” dengan bersemangat Ayumi menceritakannya
“Ngapain emang?” jawab ketus Mitsuko yang pura-pura tidak memperhatikan.
“Iya tadi dia minta nomor hp kamu “ sahut Ayumi
“Siapa ? dan lo kasih ?” hal ini mulai mencuri perhatiannya
“Yaiyalah …kapan lagi coba. Ini kesempatan kamu untuk punya pacar baru dan melupakan Si Baka itu”
“Lo ini ya, kenapa lo ga tanya gue dulu ? gue gak suka.”
“Udahlah Mitsuko, tenang aja, aku pikir dia baik kok orangnya.”
“Lo tau siapa namanya ?”
“Kobayashi ….”
…….
Bruk, guncangan kereta api, membangunkan Mitsuko dari lamunannya.
“Sudah jam berapakah sekarang ?” Mitsuko melihat jam tangan casual miliknya.
“Hmmm jam sepuluh” cukup lama juga pikiran Mitsuko jauh melambung ke masa SMAnya dulu.
Mitsuko melihat ke sekeliling. Ibu dan Anak laki-lakinya itu, kini telah terbangun. Terlihat, sang Ibu sedang membersihkan mulut anaknya yang belepotan. Oh pantas, anak laki-laki itu sedang memegang coklat ditangannya. Hah? Coklat?.
……
“Nih buat lo” tiba-tiba saja Kobayashi memberikan sebuah kado.
“Apaan nih?” Mitsuko memegang kado berbungkus merah muda.
“Buka aja” katanya
“Coklat? dari mana Kakak tau aku suka coklat?”
“Tau dong Kobayashi gitu hahaha..”
“Oh makasih” Mitsuko memeluk Kobayashi dengan girang. Kakak tersayangnya itu. Iya, kini Mitsuko dan Kobayashi telah resmi menjadi sepasang kekasih. 15 Desember 2011 lalu, Kobayashi menyatakan perasaannya. Setelah sekian lama mengejar cinta, dan bertukar cerita lewat pesan singkat, akhirnya, Mitsuko menyutujuinya.
Hari-hari yang dilewati cukup menyenangkan. Mitsuko melihat sosok yang lain dari dalam diri Kobayashi. Sosok kakak yang ingin melindungi, sosok ayah yang selalu membimbing, dan sosok kekasih yang selalu mencintai. Indah rasanya dunia seperti ingin menghentikan waktu saat ini dan biarkan melebur dalam cinta dan kasih. Namun ya, itulah cinta. Tak selamanya indah, terkadang perihnya duka, selalu mewarnai perjalanan cinta.
Hari itu 8 Desember 2012. Kobayashi mengirim pesan singkat pada Mitsuko. Ia berkata, bahwa selama tiga hari ia tak dapat menginjakkan kakinya disekolah. Ada urusan penting katanya. Baru kali ini Kobayashi merahasiakan sesuatu dari Mitsuko. Tanpa kabar, tanpa pesan singkat atau telepon yang berdering, Kobayashi menghilang.
“Kenapa Kobayashi? tak biasanya ia seperti ini” katanya mengungkapkan kegelisahan.
“Sesibuk itukah dia? sampai-sampai dengan teganya ia membiarkanku duduk termenung menunggu kabar darinya dengan penuh tanya” amarah Mitsuko memuncak. Tetesan air mata mulai membasahi bibirnya yang merah. Menangis. Hanya itu yang bisa ia lakukan sekarang.
“Mitsuko … Mitsuko … Kobayashi datang” Ayumi memberitahukan dengan sikap grusuk-grusuknya. Ya, Ayumi memang sahabat terbaik Mitsuko. Semalaman suntuk ia menemani Mitsuko ditelpon. Mendengar segala ceritanya, menanggapi seluruh keluh kesahnya, dengan kata-kata membangunnya, ia berusaha menempatkan Mitsuko diposisi yang lebih baik. Ia sahabat sejati. Termasuk hari ini, dengan ikhlasnya ia menunggu di depan kelas. Menunggu Kobayashi yang empat hari ini tidak kelihatan batang hidungnya. Satu hari lebih lama dari yang ia janjikan pada Mitsuko.
“Mitsuko … temui dia. Bicarakan apa yang sebenarnya terjadi.” Celoteh Ayumi sebari menarik Mitsuko agar terlepas dari bangku yang ia duduki. Mitsuko berdiri dengan malas dan mata sembabnya. Saat ia sampai didepan koridor sekolahnya itu, benar saja Kobayashi sedang ada disana bersama teman-temannya. Tertawa riang, candaan yang khas antara pria seusianya. Sesaat ia memandang Mitsuko, memalingkan wajahnya kembali tanpa senyuman apalagi sapaan. Seolah-olah ia tak menghiraukan keberadaan Mitsuko disana. Sesak. Dada Mitsuko bagaikan tersayat-sayat. Apa yang terjadi? ia berpamitan pergi, menghilang tanpa kabar, dan kembali seolah-olah tak pernah saling mengenal? Oh tuhan … Mitsuko berlari menuju ruang kelasnya. Matanya berkaca-kaca.
“Jangan Mitsuko jangan menangis” katanya menguatkan hati. Handphone putih itu iya keluarkan. Mitsuko menekan tombol message pada kotak kecil multifungsi itu tertuju untuk Kobayashi.
( 10:30) “Kamu kenapa ?”
(10:40) “Kamu kenapa Kobayashi ?”
(11:05) “Salahkah Aku ?”
(11:50) “Gamau balas ini ?”
Begitulah, berkali-kali Mitsuko mengirim pesan tak pernah sekalipun ia balas. Berhari-hari Mitsuko menunggu kabar, namun tak kunjung jua. Menemuinya ia tak mampu. Takut dan malu selalu menahan langkahnya. Hanya saja, desakan rindu, rindu yang teramat sangat menyergap tubuhnya. Hingga hari itu 15 Desember 2012 telpon bergetar.
‘Aku Ingin bertemu. Ada yang mau aku bicarakan. Pulang sekolah aku tunggu ditempat biasa.’
“Pesan ini dari Kobayashi. sungguh kah? tapi mengapa hatiku tak gembira. Bukan kah ini yang kau tunggu-tunggu Mitsuko? Justru kini ku merasa takut. apa yang akan ia bicarakan aku takut.Sungguh” Katanya dalam hati.
Bel punberbunyi pertanda usainya pelajaran hari itu. Mitsuko segera bergegas membereskan buku-bukunya dan pergi ketempat favorit Kobayashi dan dirinya. Sebuah tempat yang sebenarnya tidak terlalu istimewa. Hanya hamparan rumput dibawah pohon yang rindang, tepat di belakang sekolah. Tempat pertama kali Kobayashi menyatakan perasaannya, satu tahun yang lalu. Ya hari ini adalah hari jadi mereka yang kesatu tahun.
Hari yang special semestinya. Namun entahlah, kebahagian itu kini tak menghinggap di hatinya. Hanya kegelisahan, kebingungan yang ia rasakan.
“Kakak…” sapa Mitsuko
Kobayashi yang saat itu sedang duduk terpaku, menoleh dan tersenyum. Senyum yang sempat menghilang beberapa saat yang lalu.
“Duduk…” perintahnya
“Hmmm …” Mitsuko mengikuti. Duduk dengan menekuk sikutnya.
“….” Hening tak ada yang memulai pembicaraan.
“Apa kabar kamu ?” tanya Kobayashi
“Baik. Kakak gimana ?”
“Baik juga kok”
“Syukur deh kalo gitu”
“….” Kembali hening. Suasana ini sungguh menyesakan
“Ada yang mau aku bicarakan” Kobayashi kembali memulai pembicaraan
“Aku ingin….”
“Kakak kenapa ?” potong Mitsuko
“Kakak kemana selama ini gak ngasih kabar? gak ada lagi ucapan selamat pagi, gak ada lagi ucapan pengantar tidur, perhatian dan manjaan kecil. Kakak marah sama aku? Salah aku apa? Kakak … Jawab jangan diem aja!” Air mata itu kembali menetes. Mitsuko menggunjang-gunjangkan tubuhnya. Tak ada respon.
“Kakak kumohon jawab”
“Adikku yang manis, kakak minta maaf, ada urusan penting yang harus kakak selesaikan.”
“Sesibuk itukah? hingga gak bisa sedetik pun kakak memberi kabar padaku? Hah?”
“Dengar Mitsuko aku datang disini bukan untuk berdebat. Ada hal penting yang harus aku sampaikan.”
“Apa?”
“Aku rasa hubungan ini tak bisa kita lanjutkan lagi.”
“Maksud kakak?”
“Aku ingin kita putus. Setelah lulus nanti aku akan pergi ke Jepang. Dan aku rasa aku gak bisa menjalani hubungan jarak jauh. Aku harap kamu bisa mengerti.”
Seketika jantung serasa dipatahkan. Semudah itu ia mengatakannya. Tepat di Anniversary pertama kita?
“Gak gak mungkin, kakak tega aku benci kamu Kobayashi!”
“Mitsuko … Mitsuko .. tunggu !”
Mitsuko berlari. Terus berlari tanpa henti. Pergi dan tak pernah menoleh kebelakang lagi. Semenjak itu, Mitsuko dan Kobayashi bagai dua orang Asing yang tak saling mengenal. Tak pernah ada sapaan apalagi senyuman. Kini mereka telah melangkah dijalannya masing-masing. Bahkan hingga hari kelulusan Kobayashi pun, Mitsuko tak mendampinginya. Sesak memang. Namun inilah kenyataan hidup yang harus dijalani. Hanya saja ada satu hal yang mengganjal dan menjadi pertanyaan besar “Kenapa ia harus memutuskanku?”
…….
Peluit kereta berbunyi…. Kereta ini tiba-tiba berhenti. Hah? Sudah sampaikah? Mengapa waktu terasa begitu cepat. Mitsuko melihat ke sekeliling. Kemana orang-orang tadi? hanya ada Mitsuko sendiri di gerbong ini. Ia melihat kesekeliling untuk kesekian kalinya dan tiba-tiba Mitsuko melihat sosok yang berdiri disana. Seorang pria bertopi, berkulit sawo matang dan berkacamata. Mitsuko mendekati pria itu. Pria yang berdiri tepat disebelah pintu gerbong.
“Kobayashi ..? ini .. ini kamu?”
“Hai Mitsuko”
“Kobayashi ini benar kamu? apa yang kamu lakukan disini ?”
“Ayo jalan-jalan sebentar aku ingin bertemu kamu.”
“Aku ? tapi tau darimana aku disini ?”
“Tau darimana itu gak penting. Mitsuko aku minta maaf. Sungguh aku menyesal. Kamu wanita terbaik yang pernah aku miliki. Aku meninggalkanmu saat itu bukan karna kemauanku. Hanya saja keadaan yang memaksaku melakukan hal itu. Hati sangat sakit. Sungguh sakit. Tapi aku tahu ini yang terbaik untukku khususnya kamu Mitsuko terimakasih telah datang dihidupku. Terimakasih telah mewarnai kisah cintaku. Terimakasih telah memberikan tahun-tahun terbaik dihidupku. Terimakasih … terimakasih … terimakasih.”
Pintu gerbang terbuka. Kobayashi berjalan mundur menuju pintu itu. Ia mengangkat satu tangannya. Apa yang akan ia lakukan? baru setengah tangan itu aku genggam, Kobayashi menjatuhkan dirinya.
“Tidak ! Kobayashi … Kobayashi …”
……
“Mba … Mba .. bangun sudah sampai”
“Hah? oh ya terimakasih mas”
“Astaga jadi ini hanya sebuah mimpi? Untunglah.’ Telepon Mitsuko berdering.
“Ayumi? Ada apa ia menelponku” sambil berjalan keluar gerbong Mitsuko mengangkat telpon itu.
“Halo .. iya Ayumi? Hah? aku di stasiun Jogja baru sampai. Ada apa? balik? maksud kamu? Apa? Kobayashi meninggal?”
Mitsuko berjalan terhuyung-huyung tak percaya dengan apa yang ia dengar. Ia duduk di salah satu bangku yang ada di stasiun itu. Diam dan membisu. Memikirkan kisah yang baru Ayumi ceritakan.
Kobayashi mengidap kanker sejak duduk dikelas tiga. Itu yang dikatakan Ibunya. Selama ini ia menjalani kemoterapi. Itulah yang menyebabkan ia sering tidak masuk sekolah. Dan aku pikir ini juga alasan ia memutuskanmu. Ia tak ingin membebanimu, makanya dia beralasan akan pergi ke Jepang. Ia ingin kamu bahagia tanpa tau penderitaannya.
Mitsuko masih duduk diam dan membisu. Sesaat tak menyadari yang selama ini digenggamnya. Sebuah kertas.
“Kertas apa ini? Kapan aku mengambil kertas ini ?” tertulis 15 Desember 2012.
“Ini kan hari jadi Aku dan Kobayashi yang ke satu tahun. Tanggal dimana Kobayashi memutuskanku.”
Perlahan ia membaca isinya.
15 Desember 2012
Teruntuk Mitsuko,
Hai adik manis, Happy Anniversary yang ke satu tahun ya .. semoga hubungan kita ini menjadi lebih baik dari sebelumnya. Mitsuko …
terimakasih telah datang dihidupku
terimakasih telah mewarnai kisah cintaku
terimakasih telah memberikan tahun-tahun terbaik dihidupku.
Terimakasih..terimakasih..terimakasih sayang.
Kobayashi