Qistike, “Pengubah Jalan Hidup”

Dosen DPBJ Ibu Noviyanti Aneros S.S., M.A yang mengajari kami pada mata kuliah Nihon Bungaku atau Sastra Jepang pada tahun 2017, meminta kami untuk membuat hasil karya berupa cerpen terkait Jepang.

Berikut hasil karya cerpen yang telah saya coba tulis. Semoga dapat menghibur para pembaca semua.

“Pengubah Jalan Hidup”

Qistike Handay Pugar

Keluarga Fujitsuki merupakan keluarga bangsawan ternama di Jepang. Keluarga tersebut sangat dihormati oleh para kalangan bangsawan baik dari negara Jepang, Inggris, Prancis maupun negara lainnya. Namun di dalam kata ‘ternama’ sudah pasti memiliki beban berat yang harus di tanggung oleh para pewaris keluarga Fujitsuki. Seluruh aspek pendidikan, kesenian baik tari maupun musik, dan juga tata krama harus dikuasi oleh setiap anggota keluarga yang terlahir didalam keluarga Fujitsuki. Bagaikan kutukan, hal ini membuat anak yang terlahir di dalam keluarga ini sulit untuk bermain dengan bebas. Sama halnya dengan diriku, setidaknya terdapat hal yang berbeda ketika aku memasuki Sekolah Menengah Pertama.

Aku adalah Fujitsuki Hikaru. Anak tunggal dari keluarga Fujitsuki dan sekarang tengah menginjakan kaki dikelas satu Sekolah Menengah Pertama Houkoku di Jepang. Sudah seminggu sejak orientasi di sekolah  berlangsung dan seperti ritme di dalam kehidupan pada umumnya secara otomatis orang-orang akan berbaur dan berusaha untu membuat lingkungan mereka sendiri. Namun tidak denganku. Sebagai pewaris aku harus dapat berbaur dengan semua orang, baik laki-laki maupun perempuan dan memahami karakteristik mereka masing-masing. Setidaknya itulah yang selalu diucapkan oleh kedua orang tua ku.

“Haru-Chan! Kenapa hanya diam saja disana? Ayo kita ke taman! Jangan lupa bawa bekalmu!.” Teriak ceria salah seorang perempuan berambut ungu yang bernama Nanami Fuka sambil melambaikan tangan kearahku. Aku menoleh kearah suara tersebut lalu mengangguk. Dengan cepat aku mengambil bekal dan berjalan menuju temanku menuju taman belakang sekolah. Rambut abu-abu panjangku yang terikat oleh ikat rambut berbentuk sakura ikut bergerak sesuai dengan gerakan tubuhku. Dan entah mengapa semua orang secara otomatis selau memandangku dengan tersipu-sipu dan juga kagum, terlebih para laki-laki. Aku hanya membalasnya dengan tersenyum tanpa berkata apapun.

Sesampainya kami di taman belakang sekolah kami pun duduk dibawah pohon sakura yang sedang bermekaran. “Untunglah hari ini cuacanya cerah!” Kata seorang perempuan berambut hijau yang bernama Nagisa Mamori. Sambil menatap langit sejenak kami bertiga tersenyum. “Kau benar Nagisa. Namun sayang, sehabis ini ada ujian sejarah.” Balasku mengingatkan kedua temanku dengan sengaja. “AH! Serius? Aku lupa!” sepontan mereka membalas perkataanku  secara bersamaan. “Aduh! Aku belum belajar sama sekali! Aku harus segera kekelas untuk belajar!” kata Nagisa sambil membereskan bekal makan miliknya. “Aku juga! Maaf ya Haru-Chan! Kami duluan ke kelas!” sambung Nanami dengan tergesa-gesa memakan sisa bekal miliknya lalu membereskannya. Aku hanya tersenyum sambil mengangguk dan mereka berduapun berlari menuju kelas.  Tinggallah aku seorang diri ditaman tersebut.

“Enaknya mereka..” gumamku sambil menatap para pemain basket dilapangan basket sekolah yang dapat terlihat jelas dari taman. Secara sepontan aku terseyum pahit setelah mengucapkan hal tersebut. “Apa yang ku pikirkan, kau sedang masa latihan Hikaru… kau harus kuat!” ucapku sedih sambil menatap layar Smartphone yang memantulkan diriku melalui kamera depan.  Lalu aku pun berdiri dan berjalan menuju kelas dengan perlahan.

Waktu menunjukan waktu pukul 15.00, bel pulang sekolah pun berbunyi. Akupun bergegas membereskan buku dan alat tulis yang aku pakai. “Kalian, aku duluan ya!” dengan bergegas setelah mengucapkan salam perpisahan kepada teman-teman sekelasku, aku pun langsung berjalan menuju tempat parkir kendaraan disekolah. Dengan jelas aku dapat melihat mobil mewah berwarna hitam yang sudah menungguku untuk mengantarkanku kembali menuju kediaman Fujitsuki.  Selama perjalanan aku hanya terdiam menatap pemandangan luar dengan wajah datar. Dan ketika sampai aku pun disabut oleh para pelayan yang dengan sigap membantu membawakan tas sekolah milikku. Lalu aku pun berjalan menuju kamar dan mengganti seragamku menjadi pakaian sehari-hariku ketika dikediaman Fujitsuki, yaitu Kimono. Kali ini aku memakai kimono bermotif bunga sakura berwarna merah muda bercampur dengan warna ungu untuk mengubah aura diriku agar terlihat ceria.

Setelah selesai mengganti pakaianku, aku pun berjalan menuju ruangan latihan kesenian yang berada di belakang kediaman utama Fujitsuki. Para anggota Fujitsuki menyebut ruangan tersebut dengan nama “Densetsu” yang berarti legenda, dimana didalam ruangan tersebut memiliki berbagai legenda yang mendukung kesuksesan keluarga Fujitsuki. Dengan menarik nafas, akupun membuka pintu tersebut lalu duduk dengan tegap menghadap seseorang yang telah menungguku.

Aura berat terasa didalam ruangan tersebut, “Waktunya berlatih Hikaru. Sudah ditetapkan bahwa kau akan mewakili kediaman Fujitsuki untuk menampilkan tarian Nichibu pada pertunjukan seni tradisional 2 bulan kedepan, oleh karena itu cepatlah mulai berlatih!” ucap seseorang yang tengah duduk dengan tegap menghadap panggung latihan, tidak menatapku sama sekali. Aku menjawab, mengiyakan perintah tersebut dengan tegas kepada wanita berambut abu-abu tersebut.  “Baik ibu!.” Lalu bergegas berjalan menuju panggung.

Begitu siap alunan musik Samisen yang dipetik oleh salah satu pelatih pun dimulai. Akupun menari bersamaan dengan menggerakan kipasku sesuai dengan alunan musik tersebut. Namun tariaku terhenti oleh hentakan ibuku yang sangat tegas. “Apa yang sedang kau lakukan Hikaru! Apakah kau bisa menganggap bahwa itu adalah tarian! Jangan lupakan penjiwaan keanggunan sesosok perempuan di dalam tarian tersebut!”. Aku pun terkejut dan meminta maaf “Maafkan aku! Tolong ulangi sekali lagi!” kataku sambil membungkuk. Gerakan demi gerakan kulakukan, namun tidak berhasil memuaskan ibuku maupun pelatih. Dari ketidak berhasilan itu pula ibu selalu berteriak memarahiku, sampai akhirnya ibupun menghea nafas dan berkata “Cukup! Latihan kali ini sangat tidak efektif! Pergilah dinginkan kepalamu Hikaru! Ketika kau sudah merasa siap, datanglah kembali kesini!”. Dengan menahan sedih dan amarah aku pun mengikuti perkataan ibuku, setelah membungkuk aku pun berjalan dengan cepat menuju gerbang utama lalu berlari dengan sangat cepat. Berusaha membebaskan rasa stress ku.

Pada akhirnya aku berhenti di hutan kesukaanku yang teretak dibelakang kediaman Fujitsuki. Tempat rahasiaku. Tempat dimana aku dapat menjadi diriku sendiri dengan bebas, karena tidak ada orang yang memasuki hutan ini. Akupun menghela nafas lalu memanjat salah satu pohon yang ada di dekatku untuk duduk. “Tempat ini memang satu-satunya tempat yang membuaku tenang.” Ucapku pelan, tersenyum sambil menatap pemandangan di depan mataku. Walaupun di tengah hutan, namun tempat ini dipenuhi oleh bunga-bunga yang bermekaran dan juga air terjun kecil. membuat hati tentram dan nyaman. Namun ketika aku sedang bersenandung kecil menatap pemandangan, tiba-tiba terdengar suara perempuan yang sangat mengejutkanku. “Hei! Sedang apa kau diatas sana?” ucap perempuan berambut kuning emas sambil menatapku. Aku yang terkejut dengan suara tersebut terjatuh dari pohon yang sedang aku duduki. “AAAH!” Teriaku. “Kau tidak apa-apa? Maaf telah mengagetkanmu” tanyanya dengan raut wajah khawatir sambil mengulurkan tangannya. “Ti-tidak apa-apa kok. Aku yang salah karena kehilangan keseimbangan.” Jawabku tersenyum sambil menjawab uluran tangan perempuan tersebut.

Setelah itu entah mengapa kami pun dapat dengan akrab berbincang-bincang. “Baru kali ini aku dapat berbicara dengan orang lain dengan bebas seperti ini.” Kataku dengan riang kepada peremuan berambut kuning emas tersebut. Perempuan tersebut pun ikut tersenyum mendengar perkataanku. “ Aku juga sama. Kau tau selama ini aku sulit sekali bersosialisasi.  Aku rasa ini karena orang tua ku selalu berpindah tempat tinggal. Sama seperti sekarang.” Jawab perempuan tersebut tersenyum sedih. “Kenapa kau berpemikiran seperti itu? Bukankah dengan berpindah-pindah tempat malah dapat membuatmu memiliki banyak teman?” tanyaku sambil menatap perempuan tersebut. “Itu tidak semudah dengan yang kau pikirkan. Pada awalnya memang aku berpikir seperti itu, namun karena setiap aku mendapatkan teman dekat selalu saja kami berpindah tempat… dan selalu lost contact, hal ini lah yang membuatku berpikir tidak memerlukan teman.” Jelasnya sambil memainkan bunga yang ia petik di samping perempuan tersebut. Aku terdiam mendengar hal tersebut, sambil menatap diriku yang terpantul pada genangan air terjun aku bergumam “Setidaknya kau dapat dengan bebas menjadi  dirimu… tidak sepertiku…” Perempuan tersebut menoleh ketika mendengarkan gumamanku walaupun hanya samar.  “Apa maksudmu?” Tanyanya dengan heran. Aku tersenyum pahit, entah mengapa jawaban mengalir dengan sendirinya tidak seperti biasanya “Kau tahu, selama ini aku selalu menjalani kehidupanku dengan penuh kebohongan. Segalanya diperuntukan untuk kediaman keluargaku. Bergerak sesuai aturan dan perintah… dan tidak diizinkan untuk mengekspresikan diri dengan bebas.” Jelasku sambil menatap langit yang cerah. “Hmm, sepertinya keluargamu jauh lebih meyebalkan dari pada keluargaku.” Ucapnya sambil melemparkan bunga yang ia mainkan sedari tadi kedalam genangan air terjun tersebut lalu berdiri. “Bagaimana kalau kita lupakan hal yang menyebalkan dan menjadi diri kita sendiri hari ini lalu berusaha lebih baik lagi?” Ucapnya sambil tersenyum lebar. Aku tertawa mendengar perkataan wanita tersebut “kau benar. Oh iya, siapa namamu? Sedari tadi kita berbicara satu sama lain namun tidak mengenali identitas kita.” Tanya ku. Perempuan tersebut tertawa lalu menjawab “Sakura Hinotsuki. Kamu?” aku pun tersenyum lebar lalu menjawab “ Hikaru… Hikaru Fujitsuki. Salam kenal!”.

Setelah itu kami pun berpisah satu sama lain ketika kembali kejalan utama, dengan arah yang berbeda kamipun melambaikan tangan. Setibanya dikediaman Fujitsuki aku pun menarik nafas dan membuka pintu ruangan latihan perlahan. Ketika aku membuka pintu tersebut, dapat kulihat ibuku yang duduk dengan tegak sama seperti sebelumnya. Dengan membulatkan tekad aku pun berjalan dengan perlahan menuju panggung. “Maafkan ketidak keseriusanku sebelumnya ibu! Sekarang aku sudah siap!” sambil melakukan dogeza aku pun meminta maaf. Sekilas aku dapat melihat anggukan ibuku, dengan sigap aku pun berdiri dan memuai latihanku kembali dengan serius. Tarian tersebut kuulangi dengan jumlah tak terhingga, napasku yang terengah-engah mulai terdengar ketika musik pengiring tarian tersebut berhenti. Sampai akhirnya ibuku berkata  “Cukup.” Dengan nada tegasnya sambil berjalan mendekatiku. “Sudah kuduga kalau kau bisa melakukannya Hikaru.” Senyum ibuku dengan halus, kali ini ucapan yang dilontarkan oleh ibuku terkesan sangat halus dan penuh kebanggaan. Aku terkejut, sudah berapa tahun aku tidak mendengar ucapan tersebut dari ibuku. Tanpa dapat membalas perkataan ibuku aku memeluk ibuku sambil menahan tangis. “Kenapa kau ini Hikaru? Tiba-tiba sikapmu sedikit berubah, hal ini terpancarkan pula oleh tarianmu tadi. Apakah ketika kau mendinginkan kepalamu kau menemukan hal yang bagus?” Ucapnya sambil mengelus kepalaku dengan lembut. “Sudah… sudah… kau kan sudah dewasa, sana cepat bersihkan tubuhmu. Sehabis ini kau ada latihan tata cara etika kebangsawanan kan? Istirahatkan tubuhmu sejenak.” Ucapnya kembali tegas, aku pun mengangguk lalu membungkuk sebelum meninggalkan ruangan tersebut.

“Tidak seperti biasanya anda melakukan seperti tadi, apakah ada hal yang anda pikirkan?” tiba-tiba pelatih yang pemetik samisen tadi berbicara, rambut pendek berwarna hitam sedikit bergerak karena tiupan angin yang masuk dari taman yang terdapat disisi kanan ruangan tersebut. sang lawan bicara pun tersenyum kecil “ Anak itu sudah melalui masa sulit, terlebih  jalan yang akan dihadapinya dikemudian hari. Setidaknya biarkan aku memanjakan anakku sedikit sejak 2 tahun yang lalu.” Kemudian wanita tersebut keluar ruangan secara perlahan dan anggun.

Hari berganti, matahari yang sebelumnya tertutupi oleh bulan kini menunjukkan dirinya. Aku bergegas mempersiapkan diriku ke sekolah. Setelah sarapan aku pun berangkat menggunakan mobil pribadiku. Sesampainya di sekolah aku pun berlajan menuju kelas dengan diikuti oleh para siswa dan siswi lainnya yang otomatis menghampiriku. “ Selamat pagi Haru-Chan!” sapa setiap murid dengan tersenyum, aku pun membalas sapaan mereka dengan wajah tersenyum sambil mengucapkan kata “Selamat pagi.”. setibanya dikelas aku pun duduk sambil menjawab percakapan orang-orang disekelilingku. Bel pun berbunyi para teman-temanku yang sebelumnya berkumpul ditempatku pergi menuju tempat duduknya masing-masing. “Akhirnya aku mendapatkan ketenangan.” Pikirku sambil menghela nafas.

Begitu wali kelasku tiba aku tidak begitu memperhatikannya, melainkan melamun menatap pemandangan diluar kelas, yaitu lapangan basket yang sangat terihat dari kelasku. “Hari ini kita akan mendapatkan teman baru. Hinotsuki silakan perkenalkan dirimu.” Ucap wali kelasku dengan nada riang. “Perkenalkan namaku Sakura Hinotsuki, salam kenal.” Murid baru tersebut membungkuk sambil memperkenalkan dirinya. Aku kaget begitu mendengar nama tersebut, nama yang sangat tidak asing bagiku. Dengan cepat aku menoleh menuju orang tersebut. murid barupun sama dengan ku ketika tidak sengaja melihatku. Kamipun saling bertatapan mata agak lama sampai wali kelas menegur murid baru tersebut. “Hinotsuki san? Ah! Fujitsuki, kau yang akan membantunya ya!” aku pun berdiri “Baik sensei.” Jawabku sambil tersenyum. Setelah itu Hinotsuki duduk disampingku. Jam pelajaran berlalu, waktu istirahat pun tiba. Selama pelajaran berlangsung kami tidak berbicara sama sekali dan merasa sangat canggung, tidak tau harus bereaksi seperti apa.

“Haru-Chan! Ayo kita ke taman!” dengan cepat Nanami dan Mamori berteriak menghampiriku. Aku langsung tersenyum ketika mendengar suara teman-temanku. “Kalian duluan saja, nanti aku akan menyusul setelah menunjukan lingkungan sekolah.” Jawabku. “Ah! Aku hampir lupa! Namaku Nanami Fuka, dan ini Nagisa Mamori salam kenal!” ucap Nanami memperkenalkan dirinya dan juga Nagisa. Sakura Hinotsuki yang mendengarnya hanya menatap mereka dingin sambil mengucapkan “Salam kenal.” Aku kaget ketika melihat itu, sangat berbeda dengan dirinya kemarin. Namun aku teringat kata-katanya ketika berbicara denganku bahwa ia tidak dapat bersosialisasi.  Begitu teringat akan hal itu aku langsung membantu Hinotsuki ketika melihat Nanami dan Nagisa yang sama kagetnya denganku. “Ah! Hinotsuki hanya canggung dengan orang baru.” Ucapku sambil tersenyum.  “Wow! Aku baru tahu ada yang seperti itu ketika canggung.” Kata Nanami. “Lagi pula apakah kalian saling kenal Haru-chan?” sambung Nagisa  bergantian. Sakura tetap berwajah datar lalu berlindung kebelakangku. Lagi-lagi aku memasang wajah senyumku “Iya haha, kami tidak sengaja bertemu  kemarin dan sempat berbincang-bincang” jelasku, kedua temanku yang saling menatap ketika mendengar jawaban tersebut lalu tersenyum. “Baiklah, kami tunggu di taman ya! Nanti kau harus menjelaskannya lebih detail!” ucap mereka berdua bersamaan lalu berjalan menuju taman. Tinggalah kami berdua di dalam kelas. 

“Wah tidak ku sangka bahwa kamu akan masuk ke sekolahku.” Kataku membuka pembicaraan. “Aku juga sama hehe, rasanya aneh ya.” Jawabnya sambil tertawa canggung. “Iya, kalau begitu ayo aku antar keliling sekolah.” Lanjutku tersenyum. Kamipun berkeliling lingkungan sekolah, sambil menjelaskan kamipun menyelipkan candaan demi candaan disetiap perbincangan kami. “Seperti biasanya, kalau denganmu aku dapat berekspresi dengan bebas.” Senyumku dengan senang sambil berbicara. “Aku juga sama. Mmm, Fujisaki apakah kamu selalu berbicara dengan formal setiap di sekolah?” tanya Sakura Hinomoto sambil menataku. “ Kamu dapat memanggilku Hikaru… dan iya, seperti ceritaku kemarin bahwa aku harus menetapi aturan-aturan diluar kediaman.” Jelasku sambil tersenyum pahit. “… Dan selalu memasang senyum palsu seperti itu? … aku tahu kok senyum kamu pada saat bersama orang lain berbeda ketika sama aku. Ah! Dan panggil aku Sakura saja, tak perlu formal terhadapku.” Ucap Sakura sambil menepuk punggungku sedikit kencang. Aku kembali tersenyum lalu bergumam “Terimakasih…”.

Setelah selesai menjelaskan sekeliling sekolah kami pun berjalan menju taman tempat biasa aku memakan bekalku bersama yang lain. Sesudah kami memakan bekal dan berbicara sebentar kami pun berjalan menuju kelas karena bel sudah berbunyi. Dengan sekilah aku dapat melihat perubahan ekspresi Sakura yang sedikit demi sedikit tersenyum. Kamipun melanjutkan kekigatan belajar kami dikelas, tidak terasa bel pulang pun berdering, seperti biasa aku pun bergegas pergi menuju mobil jemputanku setelah mengucapkan salam perpisahan kepada yang lain. Sakura bingung melihatku pergi dengan tergesa-gesa lalu bertanya kepada Nagisa dan Nanami. “Apakah ia selalu seperti itu ketika pulang?” lalu Nagisa menjawab pertanyaan Sakura “Iya, kau tahu keluarga Haru-chan sangat ketat. Terlebih sebentar lagi Haru-chan akan tampil… ya kan Nanami?” Nanami mengangguk lalu melanjutkan “Kau benar, makannya kami jarang sekali pulang bersama karena Haru-chan selalu dijemput. Sudahlah ayo kita pulang! Kau tau didekat stasiun ada toko ice cream yang enak! Ayo kita kesana!”. Sakura yang dengan sengaja ditarik oleh Nanami mau tidak mau ikut dengan mereka berdua.

Seperti biasa aku meakukan aktifitas keseharianku. Hari demi hari berlalu. Setiap hari aku merasa makin dekat dengan Sakura dan entah mengapa akupun menjadi lebih dekat dengan Nanami dan Nagisa. Latihan demi latihan yang beratpun ku jalani dengan keseriusan. Hingga tiba saatnya aku akan tampil dalam acara yang telah ditunggu-tunggu. Aku sangat begitu gugup hingga tidak dapat berpikir dengan jernih. Ibuku yang menyadarinya mendekatiku. “Kamu tidak perlu tegang Hikaru. Ibu tahu kau akan bisa tampil dengan sempurna lebih daripada kau berlatih. Aku dapat melihatnya karena hari ini kau sangat bersinar.” Ucapnya sambil menatapku. Akupun tersenyum mendengarnya lalu mengangguk. Berkat ibuku aku dapat mengurangi rasa takutku, dan waktu untukku tampil pun datang. Aku bersiap menuju panggung. Begitu aku siap, tiraipun terbuka, petikan samisen dan para pengiring pun dimulai. Dengan senyuman aku memulai tarianku dengan anggun. Sakura, Nanami dan Nagisa melihatku terpana dari tempat duduk terdepan yang telah aku siapkan. Dan tidak terasa tarian pun selesai, aku pun turun dari atas panggung. Ibu dan pelatihku telah menungguku dengan tersenyum lebar. “Luar biasa! Seperti dugaanku kau memang hebat Fujitsuki.” Ucap sang pelatih sambil menepuk punggungku dengan kencang. “Tarian yang indah Hikaru. Dengan ini masa latihanmu untuk sementara selesai. Dan mulai minggu depan kau akan belajar keluar negeri untuk mempelajari lebih dalam mengenai berbagai tarian.” Kata ibuku sambil menepuk pundakku. Aku kaget ketika mendengar ucapan ibuku “Minggu depan?” Kataku untuk memastikan agar tidak salah mendengar. “Benar… dan kau harus segera berganti pakaian ‘normal’mu  karena habis ini kita akan pergi menuju pesta pembukaan acara ini.” Jelas ibuku, tanpa dapat membalas perkataan ibuku, aku sudah ditarik oleh salah seorang pelayan ku yang akan membantu ku bersiap-siap. Dan dengan pasrah akupun berlajan mengikuti pelayan tersebut.

Aku mengganti kimono berwarna ungu menjadi hakama berwana emas. “Anda sangat cocok menggunakan Hakama tuan Fujitsuki.” Ucap salah satu pelayan yang tadi membantuku mengenakan hakama. “Hmm, sudah berapa tahun aku tidak memakainya. Sejak aku masuk sekolah dasar, aku dituntut untuk memenuhi aturan keluarga… dimana aku harus berlatih hidup seperti wanita. Oleh karena itu aku sangat menginginkan kehidupan bebas seperti anak laki-laki lainnya. Berlari, melakukan olah raga dengan bebas tanpa memikirkan bahwa aku adalah perempuan.” Balasku dengan pelan sambil menatap cermin besar didepanku. “Anda telah melakukan tugas anda dengan baik. Oleh karena itu nyonya diam-diam bersikeras kepada tuan besar untuk membebaskan anda menjadi diri anda sendiri, agar anda tidak melupakan identitas anda sebenarnya.” Jelas pelayan tersebut sambil tersenyum. Aku kaget mendengar kata-kata tersebut, lalu tersenyum. “Kau benar Yusuke-san. Seperti kata temanku ‘Kau harus menerima dan mencoba melangkah dengan senyuman. Terimakasih telah mengingatkanku.” Kataku sambil tersenyum kearah pelayanku yang bernama Yusuke.

Aku dan Yusuke pun berjalan keluar ruang ganti dan menuju tempat pertemuan para tamu besar serta para bangsawan. Karena tempat pertemuan tersebut berbeda tempat, kamipun menunggu mobil pribadi yang akan menjemput kami didepan gedung pertunjukan. Tidak sengaja aku melihat sakura yang melihat kearahku. Dengan cepat Sakura berlari menujuku. Aku kaget namun tetap berusaha memasang ekspresi tenang dengan wajah tersenyum. “Hi… Hikaru? Ka- kau laki-laki?!” Ucapnya setibanya didepanku. Para penjaga ku langsung menutupi tubuhku untuk melindungiku. Namun aku dengan sigap memberi isyarat untuk tidak ikut campur. “Maafkan aku telah membohongimu Sakura… seperti ceritamu dahulu bahwa kau tidak suka laki-laki, oleh karena itu aku tidak memberitahumu. Dan seperti ceritaku dahulu bahwa aku harus melakukan ini… karena ini adalah tugasku.” Jelasku meminta maaf. “Tapi aku telah mempercayai mu bahwa kau selalu jujur padaku karena kita ini sabahat!. Seharusnya kau ceritakan semuanya tanpa kebohongan…” Balas Sakura dengan sedih, namun ketika pembicaraan kami belum selesai mobil jemputan kamipun tiba dan aku mau tidak mau harus segera pergi dari tempat tersebut. “Percayalah padaku Sakura… aku akan menjelaskan semuanya padamu besok… tunggulah aku.” Kataku lalu pergi memasuki mobil bersama Yusuke.

Selama perjalanan aku hanya termenung menatap pemandangan luar, berfikir dari mana aku harus menceritakan kronologi semua ini. Yusuke yang melihatku sedari-tadi pun berbicara “Tenanglah nyonya Sakura pasti akan mengerti. Lebih baik anda fokus kepada apa yang akan anda hadapi saat ini… karena kalau anda sampai gagal atau membuat malu tuan besar akan-“ belum selesai Yusuke mengucapkan apa yang ingin ia ucapkan aku menyela perkataan dia “Aku tau Yusuke -san. Tenang saja semua akan berjalan lancar seperti yang diinginkan ayah.” Lalu kami berduapun terdiam hingga tempat yang dituju. Sesampainya di tempat tersebut, kami pun turun dan memasuki ruangan pesta tersebut. aku menyapa semua para tamu undangan, baik dari para bangsawan, tamu-tamu terhormat maupun orang-orang penting lainnya. Tanpa terasa waktu pun berlalu dengan cepat waktunya aku dan Yusuke-san berpamitan untuk pulang. Sesampainya dikediaman Fujitsuki akupun beristirahat. Hari berganti aku sudah bersiap memakai seragamku, namun tetap menggunakan seragam wanita karena identitas asliku merupakan rahasia di sekolahku. Tetapi ketika aku sampai diruang makan untuk sarapan bersama keluargaku, aku ditegur oleh ibuku “Mengapa kau tetap menggunakan seragammu Hikaru?” aku bingung mendengar perkataan ibuku “Bukankan pergi keluar negerinya akan dilakukan minggu depan?” tanyaku. “Benar, walaupun minggu depan tetapi kau kan harus mempersiapkan segalanya dan juga kau harus tetap berlatih tari. Sana ganti pakaianmu” Jelas ibuku, akupun menuruti perkataan ibuku lalu berjalan kembali menuju kamarku untuk mengganti pakaianku menjadi hakama.

Selesai sarapan akupun melakukan rutinitas baruku. Hari demi hari aku jalani kegiatan yang sama yaitu berlatih tari, belajar oleh guru privat, dan mempersiapkan keberangkatanku. Tanpa terasa sehari lagi aku akan pergi menuju luar negeri, tidak ada waktu untukku untuk menjelaskan semuanya kepada Sakura maupun kedua temanku lainnya. Aku hanya termenung ketika malam hari mengenai cara untuk menceritakannya. Yusuke-san pun tidak ada henti-hentinya menyemangatiku. Walaupun aku menanggapinya acuh tak acuh. Dan akupun memutuskan untuk mempasrahkan saja dan tidur. Sinar matahari muncul, seolah menjemputku untuk terbangun. Akupun membuka mataku dan menyiapkan diriku untuk berangkat kebandara. Kali ini aku tidak memakai pakaian tradisional Jepang yang selama ini aku gunakan, melainkan menggunakan pakaian ala barat. Setelah selesai berpakaian akupun berpamitan kepada orang-orang yang telah merawatku dikediaman ini, entah kapan aku akan kembali rumah ini. 2 atau 3 tahun kemudian mungkin saja terjadi. Akupun pergi menuju bandara menggunakan mobil hitamku seperti biasanya. Sesampainya disana aku mengantri untuk boarding pass.  Namun ketika aku sedang mengantri tiba-tiba saja aku dipanggil oleh Yusuke-san, tanpa pikir panjang aku pun mengikuti pelayanku berjalan.

“Hikaru!” teriak seseorang, seseorang yang ku kenal. Spontan aku menoleh menuju asal suara tersebut. “Sakura!?” balas ku dengan tiakan antara kaget dan senang lalu berlari menuju Sakura. “Aku telah mendengar semuanya dari Yusuke-san. Maafkan aku telah tidak mempercayai mu Hikaru.” Ucap Sakura meminta maaf. “Yusuke?” kataku lalu tertawa menghadap Yusuke-san. Yusuke membalas tawaku dengan senyuman dan berbicara “Waktumu hanya 10 menit! Selesaikan masalahmu!” lalu meninggalkan kami menuju boarding pass. Aku kembali tersenyum melihat tingkahnya lalu kembali menatap Sakura “Maaf ya, aku tidak jujur padamu. Tadinya aku berpikir dapat menemui kalian disekolah seperti biasanya, tapi ternyata tidak bisa.” Jelasku dengan senyum pahit. “Sudah tidak apa-apa, aku yang akan jelaskan semuanya kepada Nanami dan Nagisa. Lagipula kita kan tetap akan menjadi sahabat!” Ucap Sakura dengan riang. Aku hanya tertawa mendengarnya. “Tetap saja, aku terus memikirkan hal ini… karena tidak menjelaskannya secara tuntas. Ah! Gawat 5 menit lagi pesawat akan Take off!.” Ucapku kaget begitu melihat jam tangan. “Sudahlah kami akan menunggumu disini! Kau jaga diri baik-baik ya! Jangan membohongi dirimu sendiri juga seperti saat ini!” pesan Sakura dengan candaan. Aku mengangguk “Sampai ketemu ya… kau juga jaga dirimu baik-baik! Jangan selalu menggunakan wajah datarmu ketika canggung!” kataku menjwab candaan Sakura. Dan kami berdua pun tertawa bersamaan. “Lupakan hal yang menyebalkan dan menjadi diri kita sendiri hari ini lalu berusaha lebih baik lagi.” Ucap ku sebelum berjalan menuju Yusuke yang telah menungguku. Ikat rambut bermotif sakura yang selama ini au gunakan kulemparkan kearah Sakura dan ia pun menangkapnya lalu memakainya. “Aku titipkan itu kepadamu samai aku kembali ya!” teriaku ketika selesai melakukan boarding pass lalu berlajan masuk. Sekilas aku dapat melihat sakura yang mengangguk. Dan akupun berangkat menuju dunia luar yang selama ini aku inginkan. Menatap dan merasakannya secara langsung demi mendapatkan suatu pengalaman yang berharga demi masa depanku.