Putri, Cerpen “The Moon God”

Dosen DPBJ Ibu Noviyanti Aneros S.S., M.A yang mengajari kami pada mata kuliah Nihon Bungaku atau Sastra Jepang pada tahun 2017, meminta kami untuk membuat hasil karya berupa cerpen terkait Jepang.

Berikut hasil karya cerpen yang telah saya coba tulis. Semoga dapat menghibur para pembaca semua.

“The Moon God”

Putri Aulia Purnomo

 “…kompetisi dan pertengkaran memang tak akan ada habisnya. Namun sebuah perdamaian bisa menjadi sesuatu yang kekal.”

***

Di Jepang, ada dewa dewi yang bernama Izanagi dan Izanami merupakan pencipta Jepang dan dewa-dewi lainnya. Mereka merupakan asal usul terciptanya Jepang. Suatu hari, mereka memutuskan turun ke Yomitsu Kuni, yaitu dunia bawah atau disebut juga dunia kegelapan.

 

Setelah turun, Izanagi dan Izanami berdiri di jembatan yang melayang ke surga dan meributkan air laut dengan tombak yang berhiaskan berlian. Ketika mereka mengangkat tombaknya, butiran-butiran air kembali menjadi air dan membentuk tanah pertama, pulau yang disebut Onogoro. Izanagi dan Izanami turun ke pulau tersebut dan menjadi suami-istri. Anak pertama mereka cacat, dan dewa-dewi lain berkata kalau itu terjadi karena Izanami berbicara dahulu sebelum suaminya saat acara pernikahannya. Karena dalam tradisi Jepang suami yang harus berbicara terlebih dahulu.

 

Karena kejadian yang buruk itu, pasangan tersebut memutuskan untuk menikah kembali. Izanami melahirkan 8 anak, yang kemudian menjadi pulau-pulau di Jepang. Izanagi dan Izanami juga menciptakan banyak dewa dewi yang melambangkan gunung, lembah, air terjun, sungai, angin, dan kenampakan alam lainnya. Tetapi naas, saat melahirkan Kagutsuchi, sang dewa api, Izanami terbakar dan meninggal.

 

Ketika Izanami meninggal, Izanami pergi ke Yomitsu Kuni yang terdapat dewa bernama Yomi. Izanagi memutuskan untuk turun ke Yomitsu Kuni dan bermaksud untuk menyelamatkan belahan jiwanya dari dunia kematian tersebut. Ketika mendekati gerbang Yomi, Izanami menyambut Izanagi dari bayang-bayang pintu. Izanami memperingatkan agar Izanagi tidak melihat dirinya dan berkata bahwa ia akan merencanakan pelariannya dari Yomi. Rasa rindu yang tak tertahankan pada Izanami, Izanagi pun menyalakan obor untuk mencari Yomi, tetapi ia sangat kaget ketika tak sengaja melihat bahwa Izanami sudah menjadi mayat busuk. Tak tahan melihatnya, Izanagi pun kabur.

 

Izanami marah karena Izanagi kabur setelah melihatnya. Rasa sakit hati yang mendera, ia memutuskan untuk mengirim setan-setan wanita, 8 dewa petir, dan sepasukan tentara menakutkan untuk mengejar Izanagi. Izanagi pun tentu berusaha keluar dan memblokir jalan antara Yomi juga tanah kehidupan dengan batu besar. Namun, Izanagi dan Izanami bertemu di sana dan mereka bercerai.

 

Izanagi merasa dirinya tidak suci dan ia tidak suka kotor yang diakibatkan berkontak dengan dunia kematian. Karena itu, dia mandi untuk menyucikan dirinya kembali. Sejumlah dewa-dewi, bersifat  jahat maupun baik, muncul dari pakaian yang dibuang oleh Izanagi. Dewi matahari Amaterasu muncul setelah ia mencuci mata kirinya, dewa bulan Tsukiyomi lahir dari mata kanannya, dan dewa laut juga badai Susano-o lahir setelah membuang ingus dan membasuh hidungnya. Kemudian, Izanagi membagikan kerajaannya kepada 3 anak kebanggaannya.

 

Dari ketiga anaknya itu, siapakah yang pantas untuk menguasai dunia?

***

Menembus dinginnya angin malam dan juga terangnya bulan, lelaki yang menganggap dirinya dewa terhebat itu berusaha untuk mencapai langit dimana Ayahnya tinggal. Namun, lagi-lagi ia hanya menemukan sebuah langit gelap yang hampa tanpa adanya kehidupan dewa. Sebuah keputusan sepihak yang di lontarkan Ayahnya membuatnya keberatan. Tapi apa boleh dikata, kekuasaan terbesar ada di tangan Ayahnya dan ia harus mengikuti kompetisi itu. Sebuah kompetisi ini seharusnya bukanlah hal yang sulit untuk orang hebat sepertinya.

“Aish! Seharusnya dia tidak perlu repot-repot membuat kompetisi seperti ini! Bukankah sudah terbukti aku lebih hebat dari mereka!” Lelaki itu menggerutu sambil menatap bulan. Duduk bersila diatas atap gedung pencakar langit sambil melipatkan tangannya di dada.

“Aku sudah lelah berseteru dengan kakak dan adikku. Kau tidak pernah paham!” Walau tidak ada yang mendengarnya dia tetap menggerutu. Sesekali ia mengebaskan sayap putihnya, angin yang terbentuk dari kepakkan sayapnya membuat rambut perak panjangnya menari dan terlihat indah.

Sinar bulan seakan menyorotinya bak lampu panggung. Wajah tampan dan sempurnanya semakin jelas terlihat. Mata biru dan tajam membuat ketegasan di wajahnya tercipta. Tubuh tinggi dan atletik yang dibalut dengan jubah berwarna biru dan beberapa sentuhan warna keemasan membuat kekuatannya terbentuk. Keindahan dan kesempurnaan memang tak dapat diragukan lagi, dia dewa bulan. Tsukuyomi.

Kakaknya, dewi Amaterasu di jatuhkan ke Bumi dengan tempat yang berbeda. Sedangkan adiknya si pengacau Susanoo, juga dijatuhkan ke Bumi di daerah yang jauh dari kedua Kakaknya. Namun, keadaan Susanoo saat dijatuhkan ke Bumi berbeda dengan yang lainnya. Sebelum dijatuhkan, jenggot dan kumisnya dipotong, kuku-kukunya dicabut. Hal itu disebabkan, Susanoo yang membuat kekacuan di bumi dan di langit.

“Aku pasti menemukan tombak berlian itu terlebih dahulu. Akulah yang terhebat.” Ia mengambil napas panjang, lalu terbang menghilang di balik cahaya bulan.

***

Matahari sudah menampakkan sinarnya dan cahayanya mulai menusuk wajah seorang pria yang mengaku dirinya sebagai dewa. Ia mulai sedikit membuka matanya perlahan dan menggosok keningnya. Ia terus menatap langit tanpa mengubah posisinya, dalam pikirannya dia masih berada di langit dan semalam itu hanya mimpi. Dia menarik napas dalam, dan menghembuskannya kencang. Dia merasakan hal yang belum pernah ia rasakan selama hidup ribuan tahun.

“Argh.” Ia langsung duduk dan memegangi perutnya yang bergetar. Dia tak mengerti mengapa perutnya seperti itu, perasaan apa itu, dan apa yang harus ia lakukan benar-benar tidak dipahami.

“Apa ini?” Ia langsung berlari ke arah danau yang berada di depannya. Danau yang cukup jernih sehingga bisa melihat pantulan bayang dari permukaan air itu. Ia bermaksud untuk menerawang apa yang terjadi dan mencari tahu tongkat itu berada, di langit hal itu bisa dilakukan. Tapi..

“SIAPA KAU?” Tsukuyomi terkejut saat melihat bayangannya di air bahwa semuanya berubah. Dia tidak melihat apa-apa selain bayangannya, apalagi  menerawang seperti yang diinginkan.

“Ini aku?” Ia menggerakkan tangannya ke sekitar wajah, menyentuh hidung, memegangi pipi, menggoyangkan rambut, dan itu memanglah dia.

Maji???” Dia berteriak dan membuat burung-burung di sekitar berhamburan keluar dari sangkarnya seakan membentuk sebuah angin puyuh.

Tubuhnya melemah seakan tulangnya patah, ini tidak bisa diterima. Dia mencoba menggerakkan tangannya seakan mengendalikan air, biasanya dia bisa mengendalikan bulan untuk hadir dan terkadang mengendalikan angin untuk berputar. Namun, tak ada hasil. Tidak sampai di situ, dia mencoba menjentikkan tangannya biasanya cahaya bulan akan muncul angin dapat terbentuk dan bisa menghendaki perlakuannya. Hal itu tidak sama sekali terjadi. Ini sudah siang, matahari sudah tampak. Dan dia harus menerima ini….. Dia menjadi manusia.

“Tidak mungkin!!!” Dia berlari dan mencoba terbang tapi nihil. Sayapnya hilang, kekuatannya hilang, rambut panjang peraknya menyusut pendek dan menjadi warna hitam. Dia sesosok manusia sekarang, kekuatannya menghilang karena kekuatan matahari telah muncul. Sekarang, Amaterasu lah yang sedang berkekuatan dewa.

“Mungkin jika malam tiba, kekuatan dewaku akan kembali.” Dia terus berpikir positif dan berharap semuanya akan baik-baik saja dan kekuatan dewanya akan kembali.

Dengan rasa penuh kegundahan dalam hati, Tsukuyomi terus berjalan tanpa arah. Seketika ia menghentikan langkah kakinya dan menoleh ke arah tengah danau ia melihat sebuah sekoci yang terapung dengan dua orang yang berada di atasnya. Kedua orang itu sedang menggerakkan sebuah tongkat dan jala yang di kibarkan ke permukaan air. Tsukuyomi terus memandang ke arah kedua orang tersebut dengan heran, sebenarnya apa yang sedang dilakukan oleh mereka.

Tsukuyomi memang memiliki pengetahuan mengenai alam dunia yang sangat terbatas. Guru besar di langit sebenarnya sudah memperingatkannya untuk mempelajari terlebih dahulu bagaimana kehidupan dunia, tapi dia selalu menolaknya. Manusia dengan dewa sangatlah berbeda, dimulai dari segi cara hidup, kemampuan, bahkan perasaan. Manusia memiliki banyak perasaan yang tidak di rasakan oleh dewa.

“Krrrrr.” Perut Tsukuyomi berbunyi dan bergetar lagi, sampai sekarang ia tidak tahu apa artinya.

“Apakah ada iblis di perutku?” Dia bertanya pada dirinya sendiri sambil memegangi perutnya.

Dengan kebingungan yang mendera, ia akhirnya memutuskan untuk menunggu kedua orang itu hingga menepi. Dia akan bertanya apa arti dari perut berbunyi dan bergetar ini. Dia terus memandangi kedua orang itu, hingga akhirnya salah satu dari mereka menyadari bahwa Tsukuyomi memandangi mereka terus. Lelaki itu melambaikan tangannya pada Tsukuyomi dan mencabut jalanya. Terlihat banyak ikan yang tertangkap oleh jala itu.

Dengan mata berbinar Tsukuyomi berkata “Apa bisa seperti itu?” matanya membesar dan mulutnya menganga, mungkin ini pertama kalinya ia melihat seperti itu. Karena di langit ia hanya melakukan tugas-tugas dewa dan tidak pernah melakukan hal yang seperti ini.

Tak lama kedua orang itu membereskan peralatan mereka, dan mendayung sekoci ke arah Tsukuyomi. Wajah Tsukuyomi seketika menjadi berbinar karena menganggap mereka berdua akan menjadi penyelamatnya di dunia. Sedikit ada rasa menyesal yang tertanam di hati Tsukuyomi, bahwa kekuatan dewa yang kuat saja tidak cukup jika tidak mengetahui apa-apa tentang manusia yang akan menyembah dewa itu.

Konnichiwa!” Sapa sang pria yang usianya sekitar 60 tahunan karena sudah terlihat beberapa kerutan di wajahnya dan pria satu lagi umurnya sekitar 20 tahunan. Sang pria 60 tahunan menuruni sekoci saat pria satu lagi sedang menalikan sekoci itu agar tidak terus berenang dan mengangkat jala serta perabotan lainnya.

Konnichiwa!”Balas Tsukuyomi, ia terlihat ragu karena ini pertama kalinya ia turun ke bumi. Berbeda dengan adiknya Susanoo yang sering turun ke Bumi, mungkin ia sudah terbiasa.

“Ada yang bisa kubantu?” Tanya pria tadi, Tsukuyomi hanya menunduk dan meyakinkan dirinya apa dia perlu bertanya atau tidak.

“Begini, aku baru muncul ke Bumi dan aku tidak tahu apa yang aku rasakan dan bagaimana cara hidup seorang manusia.” Mendengar perkataan Tsukuyommi yang tidak masuk akal, kedua pria itu hanya menatap Tsukuyomi heran, mungkin yang dipikirkan mereka adalah. Apa dia waras?

“Lalu aku tidak mengerti apa yang aku rasakan ini. Perutku berbunyi dan bergetar. Apa kalian juga sering merasakannya?” Tsukuyomi bukannya meyakinkan kedua orang itu dia malah membuat mereka semakin bingung.

“Hahaha.” Pria berumur 20 tahunan itu tertawa bahak sekali setelah Tsukuyomi menanyakan hal itu. “Lalu jika kau bukan manusia, kau ini apa? Siluman? Iblis? Atau jangan-jangan kau dewa?” Ia meneruskan berbicara dan menghampiri Tsukuyomi. Ternyata dia bukan seorang pria dia adalah seorang wanita. Rambutnya yang pendek dan memakai topi corong dari jerami membuat ia terlihat seperti laki—laki.

“Aku seorang dewa.” Tsukuyomi seketika memperlihatkan air muka yang tegas dan melipat tangannya di dadanya. Hal itu semakin membuat gadis yang berada di depannya tertawa sangat keras.

“Haha. Baiklah-baiklah kau bisa ceritakan pada kami nanti. Ah, sekarang kami sedang merasakan hal yang sama sepertimu, perut berbunyi dan bergetar.”

“Lalu, apa kau bisa bantu aku untuk menghilangkan iblis diperutku?”

“Tentu saja, aku bisa mengeluarkan.. iblis dari perutmu, ya iblis. Ikuti kami.” Gadis itu masih tetap tertawa saat melihat wajah Tsukuyomi yang memang terlihat kebingungan.

“Ah, tapi maafkan kami dewa jika rumah kami tidak sebagus istanamu. Haha.” Bukan berarti percaya, mungkin hal yang dimaksudkan gadis itu adalah sebuah lelucon. Keseriusan Tsukuyomi membuatnya percaya diri karena ia merasa bahwa gadis itu percaya bahwa dia adalah seorang dewa.

Mereka bertiga terus menyusuri jalan setapak yang ditumbuhi rumput panjang. Terkadang Tsukuyomi merasa hal yang tidak nyaman seperti rumput yang panjang itu  menusuk kakinya dan juga menyangkut di jubahnya. Akar-akar yang menggantung di pohon melambai ke arah wajahnya dan membuat Tsukuyomi merasa sedikit gatal. Setelah perjalanan yang cukup sulit, akhirnya sampai di rumah yang menjadi tujuan mereka. Terlihat sebuah rumah yang besarnya kurang lebih sepersepuluh dari kamar Tsukuyomi di istana langit. Rumah yang terbuat dari kayu itu terlihat tidak kokoh dan terlihat beberapa kayu yang sudah rapuh.

“Kau lihat kan rumah kami? Jika kau dewa seharusnya kau bisa mengubah rumah kami menjadi istana sepertimu. Ya, setidaknya lebih baik dari ini.” Ucap gadis itu sambil sedikit tersenyum, ia membawa beberapa potong kayu bakar dan menjatuhkannya ke tanah. Sedangkan pria tua itu sedang mengeluarkan ikan dan membersihkannya beberapa.

“Aku kehilangan kekuatanku saat siang hari.” Tsukuyomi memilih untuk duduk di tepi lantai kayu yang dingin. Dia merasakan kayu yang sedikit bergoyang dan berdecit saat ia duduki.

“Apa bisa dewa seperti itu? Aku rasa kau bukan dewa jika kehilangan kekuatanmu.” Ucap gadis itu sambil menyiapkan untuk menyalakan api.

“Apa kau meremehkan dewa? Kekuatanku akan pulih saat matahari terbenam. Apa kau tidak percaya aku ini dewa? Kau akan terkena dosa dan kutukan karena itu.”

“Benarkah? Aku akan percaya padamu jika kau tunjukan kekuatanmu.”

“Tunggu saja. Api?!” Tsukuyomi meloncat mundur sejauh yang dia bisa, ia terkejut melihat api. Mengingat bahwa dewa api lah yang membunuh Izanami. “Kau.. kau, kau bisa mengeluarkan api??” Wajah Tsukuyomi sangat terkejut melihat sebuah api yang mulai membesar dan melahap kayu bakar .

“Hey! Ini berasal dari korek, apa hal seperti ini saja kau tidak tahu?!” Gadis itu mulai kesal dan melemparkan sebuah bambu kecil pada Tsukuyomi. “Daripada kau tidak ada kerjaan, tusukan ikan yang telah ayah bersihkan. Setelah itu di bakar mengerti?”

“Kau menyuruhku membunuh makhluk hidup? Tidak, tidak aku ini dewa.” Tsukuyomi menggelengkan kepalanya.

“Kau mau iblis itu keluar dari perutmu tidak?! Cepat lakukan!” Gadis itu mulai sedikit kesal pada Tsukuyomi. Entah mengapa menurutnya Tsukuyomi itu terlalu polos bahkan hal kecil saja masa ia tidak tahu dan itu terlalu keterlaluan.

Tsukuyomi menuruti perintah dari gadis itu. Apa? Tsukuyomi menuruti perintah manusia? Hal ini pasti tida akan bisa di percaya, mengapa tidak dia keras kepala bahkan perintah guru besar, bahkan dewa agung pun dia jarang menurutinya. Mungkin, karena dia sudah tidak tahan dengan iblis yang ada di perutnya,

Akhirnya, setelah ikannya matang ia memakannya walau harus dengan paksaan dan amarah sang gadis. Namun hal itu benar-benar membuat perutnya tidak berbunyi dan bergetar lagi.  Dari situlah dia mengerti bahwa yang dirasakannya itu adalah lapar.

***

Di tengah hutan yang lebat, terdengar suara tonggeret yang bernyanyi juga disertai iringan suara riak air yang berasal dari jatuhan air terjun. Terdapat seorang dewi yang sedang duduk di atas batu sambil memejamkan matanya, mengatur napasnya dan sangat tenang. Suasana yang begitu mendukung, membuatnya semakin khusuk dengan apa yang dilakukannya. Sampai ia tidak tersadar bahwa di belakangnya seseorang sedang menunjukkan pedangnya.

“Susanoo aku tahu kau disitu.” Tanpa membuka matanya dan tidak berubah sedikitpun, sang dewi bisa mengetahui bahwa adiknya datang dan mencoba menyerangnya.

“Oh kau tidak kehilangan kekuatanmu?” Susanoo menghampiri dewi Amaterasu dan menghadap ke depannya.

“Tidak, jadi sebaiknya kau berhati-hati.” Amaterasu masih belum mengubah keadannya.

“Hmm, sepertinya Tsukuyomi yang hilang kekuatannya.” Ucap Susanoo, hal itu membuat  Amaterasu akhirnya membuka matanya.

“Apa yang kau bicarakan? Mana mungkin dewa bisa kehilangan kekuatan?”Amaterasu masih tidak mengerti apa yang dimaksudkan oleh Susanoo.

“Kita akan kehilangan kekuatan ketika keadaan bumi berubah. Begitu juga kau, jika malam hari kau akan kehilangan kekuatanmu dan Tsukuyomi akan mendapat kembali kekuatan dewanya.”

“Bagaimana aku bisa mempercayai perkataanmu?” Amaterasu masih tidak percaya, mengingat bahwa Susanoo sering berperang dengannya. Dan tidak jarang dia mempunyai maksud buruk pada kakaknya.

“Karena, aku baru mengalaminya. Sekarang, sudah pulih. Air laut surut dan angin tidak bertiup maka kekuatanku hilang. Mungkin sebentar lagi hujan akan turun, dan aku yang paling kuat disini.”

“Aku masih belum percaya denganmu. Jika kau hanya ingin membuang waktuku, pergilah. Aku butuh ketenangan.” Dewi Amaterasu kembali memejamkan matanya.

“Baiklah, jika kau tidak percaya tapi jangan salahkan aku jika saat malam tiba kau kehilangan kekuatanmu dan menjadi manusia. Jangan harap aku menolongmu saat Tsukuyomi menyerang. Karena di antara kita bertiga, hanya dialah yang tidak bisa ditebak. Kau ingatkan saat kejadian dia membunuh pelayan? Di antara dialah  yang hanya diam dan tidak berkomentar apapun, tapi tiba-tiba dia membunuh pelayan itu. Atau kau tidak ingat?” Susanoo mencoba meyakinkan kakaknya, kelihatannya Amaterasu sudah mulai sedikit goyah.

“Lalu, maksudmu apa mendatangiku kemari?”

“Aku bermaksud untuk mengajakmu bekerja sama. Bukankah lebih mudah bertarung berdua dibandingkan bertiga iya kan?” Setelah mendengarkan perka. taan Susanoo, Dewi Amaterasu akhirnya membuka mata dan menatap adiknya itu. “Lenyapkan dia dahulu, baru kita bertarung.”

***

Seiring dengan tenggelamnya matahari, wujud Tsukuyomi perlahan mulai berubah menjadi dewa kembali. Rambutnya mulai kembali memanjang dan berubah menjadi perak, sayapnya perlahan mulai muncul di punggungnya, dan matanya berubah warna sebagaimana seharusnya saat ia menjadi dewa.

Bukan senang yang ia rasakan saat semuanya kembali, justru ia merasa bodoh dan tidak pantas. Betapa tidak, percakapannya dengan dua orang itu sejak tadi siang menyadarkannya bahwa dia tidak tahu apa-apa mengenai manusia yang akan menjadi pengikutnya saat dia naik takhta. Dia merenungkan tujuan apa yang membuatnya ingin menjadi dewa, ternyata ia salah. Tujuannya selama ini hanyalah sekedar memiliki kekuasaan tertinggi dibandingkan saudaranya, agar tidak ada lagi yang memeranginya. Seharusnya tidak seperti itu, melainkan membuat kebahagiaan untuk para manusia dengan kehadirannya sebagai dewa agung.

“Jadi kau kemari, untuk mencari tongkat berlian itu?” Tanya pria tua yang sekarang duduk disisi Tsukuyomi, setelah melakukan percakapan yang panjang akhirnya kepercayaan mulai muncul dari kedua orang itu.

“Aku harus menemukan tongkat itu terlebih dahulu dibandingkan mereka.”

“Lalu kau akan menjadi penguasa?”

“Aku tahu apa yang akan kulakukan untuk rakyatku. Tenang saja.”

“Baiklah, aku mempercayaimu. Pergilah ke tiga mata air terjun , di belakang air terjun kedua kau akan menemukannya.”

“Ba..bagaimana kau tahu?” Tsukuyomi mengangkat alisnya, wajahnya tampak sangat terkejut.

“Nanti kau akan tahu alasannya. Dan aku rasa itu tidak begitu penting.” Pria tua itu masuk ke rumahnya untuk mengambil minuman hangat karena suhu di luar semakin dingin.

“Aku akan pergi jika cahaya bulan sudah mulai terang.”

“Bukankah kau bisa mengendalikan bulan?”

“I..iya, sebaiknya aku menunggu bulan terang dengan sendirinya.” Sebenarnya itu hanya bualan belaka, ia hanya ingin menunggu kedua orang itu tidur dan memberikan mereka kebahagiaan oleh kekuatan dewa.

Orang baik pantas mendapatkan hal yang baik pula.

Sekitar pukul 12 malam, kedua orang itu akhirnya terlelap. Tsukuyomi keluar rumah dengan perlahan, ia mengibarkan sayapnya dan mengepak-ngepakkan perlahan. Tangannya mulai bergerak seperti alunan angin, mulutnya meniupkan sebuah angin yang sedikit bercahaya seperti kunang-kunang. Tsukuyomi membuka mata dan tersenyum karena ia berhasil melakukannya. Rumah yang berubah menjadi layak dan tak lupa ia memberikan tumpukkan bongkahan emas yang jumlahnya mungkin tidak akan habis hingga lima turunan.

Tsukuyomi segera berlari dan terbang, ia akan pergi ke tempat yang dimaksud. Ia tidak ingin saudara-saudaranya lah yang lebih dulu menemukannya. Ia tidak ingin rakyatnya menderita karena kehausan takhta para dewa.

Angin yang kencang membuat sayapnya sulit dikendalikan, walaupun ia penguasa malam tetap saja ia benci akan angin malam. Ia tak mengambil sulit akan hal itu, yang terpenting ia cepat sampai dan segera melakukan rencananya. Berjam-jam ia mengitari pelosok Jepang, tapi ia tak menyerah. Di suatu sudut ia mendengar suara air terjun yang semakin mendekat. Ia yakin bahwa sebentar lagi ia akan sampai. Seketika senyum lebar ia torehkan saat melihat tiga air terjun tepat di hadapannya. Tak lama, ia langsung menembus air terjun tersebut dan benar saja, ia melihat sebuah tongkat tertancap. Hanya dewa lah yang bisa mencabut tongkat itu, sebagaimana keras mencobanya manusia tidak akan bisa mengambil tongkat itu.

Ia mencabutnya dengan mudah, dan menembus kembali air terjun tersebut. Setelah keluar, ternyata… matahari sudah tampak dan menyoroti tubuh Tsukuyomi. Perlahan ia kembali berubah menjadi manusia, dan kekuatannya hilang.

“Ohayou!” Sapa seorang pria dibalik pepohonan, suara yang tak asing lagi ditelinga Tsukuyomi. Itu adalah..

“Susanoo!!” Tsukuyomi sangat terkejut dan langsung menyembunyikan tongkat itu dibelakang punggungnya.

“Sudah lama tidak berjumpa, bagaimana kehidupan manusiamu menyenangkan?”

“Bagiamana kau bisa?” Tsukuyomi terus mundur sambil terus menyembunyikan tongkat di belakang punggungnya.

“Jangan khawatir, aku juga manusia sekarang.” Susanoo terus mendekat pada Tsukuyomi.

“Aku tidak takut denganmu, aku hanya ingin mengakhiri semuanya demi kebaikan rakyat.”

“Haha, sejak kapan kau peduli?” Susanoo mulai memegang gagang pedang yang berada di punggungnya.

“Aku tidak peduli kau mau membunuhku atau tidak, aku tidak ingin ada peperangan disini.” Tsukuyomi menghindar sebelum akhirnya Susanoo mengeluarkan pedangnya dan menunjuk pada Tsukuyomi.

Sebagaimana keras Susanoo mencoba menyerang Tsukuyomi dan merebut pedang itu, Tsukuyomi hanya menghindar dan tidak mengeluarkan senjatanya. Ia ingin menghentikan peperangan dan mulai mengakhiri semuanya dengan adil. Susanoo benar-benar tidak mengerti apa yang akan di lakukan kakaknya itu, tidak seperti Tsukuyomi yang agresif dalam peperangan.

“Dengar, sampai kapanpun aku tidak akan mengeluarkan senjataku.” Tsukuyomi mendapatkan sebuah sayatan di lengannya, tapi itu tidak menjadi penghalang untuknya.

“Kau akan menyesal jika seperti itu.”

“Kau yang akan menyesal jika membunuhku!”

“Lihat ke langit!” Ucap Susanoo

Terlihat sebuah bayangan wanita yang terik karena disinari matahari, membuat mata Tsukuyomi sakit. Ia sadar bahwa wanita itu mengeluarkan sebuah senjata dan mengarahkannya, di kedepankannya tongkat itu dan menghalangi serangan dari dewa-dewi saudaranya. Dengan penuh harapan, Tsukuyomi menahan serangan itu menggunakan tongkat dan…

Semuanya hilang dan berubah menjadi kunang-kunang bercahaya terang.

Semua kembali ke langit, namun tongkat itu tak berada di tangan siapa pun. Rencana Tsukuyomi berhasil.

Matahari, bulan, angin, laut dan elemen lain seharusnya bisa berdampingan. Itulah yang diharapkan oleh manusia. Jika bulan yang mendominasi, maka tidak akan ada elemen lain begitu juga sebaliknya. Dewa ditakdirkan untuk membuat kebahagiaan untuk manusia bukan untuk siapa yang paling di agungkan. Pada akhirnya tujuan Tsukuyomi yang sebenarnya terwujud, matahari, bulan dan elemen lain bisa berdampingan.

“Dominasi menciptakan kesengsaraan tapi kesetaraan menciptakan ketentraman.”

The end