Bandung DPBJ-Hari Kamis, tanggal 12 April 2018 mungkin menjadi hari yang akan sulit untuk dilupakan oleh Affnan Patrapratama Zulkarnaen, Arina Dina Hanifa dan Rieka Dwi Rhamadini, tiga orang mahasiswa/i Departemen Pendidikan Bahasa Jepang (DPBJ) FPBS UPI yang menjadi perwakilan DPBJ dalam seleksi tingkat universitas National University Debating Championship 2018 (NUDC 2018). Pasalnya dalam ajang seleksi tersebut, tim debater DPBJ yang diwakili oleh Affnan dan Arina, berhasil menembus babak grand final dan menggondol trofi juara kedua! Sebuah pencapaian yang sangat luar biasa bagi tim debat dari DPBJ, karena selain lawan-lawan yang dihadapi sangat tangguh, seluruh anggota tim debat DPBJ belum pernah sekalipun memiliki pengalaman mengikuti ajang lomba debat menggunakan bahasa Inggris!! Lebih membanggakan lagi karena ajang ini merupakan ajang seleksi untuk menentukan tim debat terbaik di lingkungan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), yang selanjutnya akan mewakili UPI di lomba debat tingkat nasional.
Terpilihnya tim debat DPBJ FPBS UPI menjadi juara kedua sangat diluar dugaan, karena selain minim pengalaman, ketiga perwakilan mahasiwa tersebut ditunjuk secara volunteer untuk mengikuti ajang seleksi tersebut, sehingga dapat dipastikan tidak memiliki waktu persiapan yang cukup. Tetapi, itu semua dapat tertutupi melalui kerjasama tim dan kemauan keras yang dimiliki oleh masing-masing personel tim, sehingga walaupun berstatus sebagai first timers, tim DPBJ dapat meraih trofi juara kedua yang sangat prestisius!
Raihan ini juga membuka kesempatan bagi Affnan dan Arina untuk mengikuti seleksi lanjutan yang akan menentukan siapa diantara keduanya yang akan terpilih menjadi wakil dari UPI untuk tampil di ajang NUDC 2018 tingkat nasional. Hal ini karena jatah tiap universitas dibatasi jumlahnya hanya sebanyak tiga orang, dan dua orang pertama diambil dari juara satu seleksi tingkat universitas NUDC 2018 (tim bahasa Inggris), ditambah satu orang perwakilan dari juara dua (tim bahasa Jepang).
Sementara itu Rieka yang turun sebagai adjudicator dalam ajang seleksi kali ini, tidak mampu menembus sampai babak grand final seperti seniornya, dan harus terhenti partisipasinya sampai ronde kedua. Sebuah hal yang patut di apresiasi mengingat Rieka tercatat sebagai mahasiswi tingkat satu di DPBJ, sehingga keikutsertaannya pada ajang seleksi tahun ini akan dapat menjadi motivasi dan juga bahan pembelajaran untuk mengikuti ajang lomba debat yang akan datang.
Berikut ini merupakan testimoni dari ketiga perwakilan DPBJ yang telah mengerahkan segalanya dalam mengikuti ajang seleksi NUDC 2018 kali ini.
AFFNAN: “Ditengah kesibukan mempersiapkan acara yang tidak kalah besarnya yaitu Japanzuki Show 13, sebenarnya tidak ada ekspektasi untuk masuk ke babak semi final atau final, bahkan untuk keluar sebagai pemenang di lomba debat NUDC tingkat UPI ini. Tapi Alhamdulillah ternyata bisa terpilih menjadi runner-up. Semoga Departemen Pendidikan Bahasa Jepang dapat mengirimkan perwakilannya kembali dan juga bisa mewakili UPI di ajang NUDC selanjutnya”
ARINA: “Awalnya gak pede karena baru pertama kali banget ikut berpartisipasi di ajang seperti ini. Apalagi lawan yang dihadapi memiliki penampilan yang lebih meyakin kan dan kemampuan bahasa Inggrisnya pun bagus-bagus. Tim DPBJ yang berasal dari jurusan bahasa Jepang, di dalam otaknya sudah terisi kanji-kanji dan kemampuan bahasa Inggris saya sendiri emang gak bagus bagus amat. Tapi saya menikmati banget acara ini, soalnya saya memang suka nekad untuk nyoba-nyoba hal baru for the sake of learning, jadi buat saya ini pengalaman yang tanoshii sekali. Kita jadi bisa belajar gimana caranya bikin argumen yg sistematis, gimana cara efektif mematahkan argumen lawan, dan nyuri-nyuri teknik/kelebihan peserta yang bagus. Tapi pengalaman kita bisa melaju sampe ke grand final itu, sama sekali gak kepikiran, mengingat kita first timers“
RIEKA: “Baru pertama kali ikutan, dan awalnya bener-bener 何も知らない (gak tau apa-apa). Setelah proses simulasi dan seleksi dijalani, saya cukup paham seperti apa proses debat dan bagaimana menjadi seorang adjudicator. Ternyata, menjadi adjudicator itu memang sulit, karena disitu kita dituntut untuk menentukan rangking/siapa yg menang juga alasannya sedetail mungkin. Selain itu kita harus menilai & mengomentari penampilan tiap peserta, harus paham apa saja yg dibahas selama debat dan syarat penilaian debat. Intinya sih kemampuan bahasa Inggrisnya harus jago. Pas lomba juga sempet panik karena telat dan ada beberapa kejadian lucu jadinya 忘れられない (tidak terlupakan) pisan lah. Walaupun cuma bisa partisipasi sampe ronde dua, tp banyak sekali pengalaman dan pelajaran yg didapatkan. Congrats buat kang Affnan & Teh Arina yg juara 2 yayyyyy“
Selamat untuk Affnan, Arina, Rieka, three of you did a great and awesome job!!! Well done!!!