Saya dan Pimpinan UPI (Rekam Jejak- Sebuah Perjalanan Anak Desa – Bagian 8)

[et_pb_section bb_built=”1″][et_pb_row][et_pb_column type=”4_4″][et_pb_text]

Dear All Mahasiswaku!

Hari ini (Minggu 17 Desember 2017) saya terdampar di sebuah toko buku dan menemukan buku yang cukup menarik berjudul Jadilah Yang Terbalik (karya Hasan El Perbani: Penerbit Mumtaz Media – Surabaya). Setelah saya baca sedikit di bagian pengantarnya, yang dimaksud terbalik oleh sang penulisnya, yaitu dimaknai “berbeda, unik, kreatif, inovatif, mempunyai nilai tambah, memiliki ciri khas, dan melawan arus”. Penulis buku ini menyarankan kepada pembacanya agar dalam kehidupan ini berusaha tercermin karakter tersebut. Buku setebal 152 halaman ini kaya dengan mantera mantera pendorong jiwa untuk optimis, jangan gampang menyerah, jiwa inovasi, dll. Dilengkapi juga dengan informasi sejumlah orang orang sukses sebagai cerminan orang orang “terbalik” (menurut penulis buku ini) diantaranya Tung Desem Waringin (Pembicara dan Pelatih Sukses no. 1 di Indonesia), Bong Chandra (seorang Motivator Termuda no. 1 di Asia sekaligus Penulis dan Developer dan menjadi miliarder di usia 22 tahun), Andrie Wongso (Motivator No. 1 di Indonesia, yang bergelar SDTT TBS (Sekolah Dasar Tidak Tamat Tapi Bisa Sukses), Ippho Right Santosa (Pakar Otak Kanan, Creative Marketer No. 1 Indonesia dan Penulis Mega-Bestseller penerima MURI Award, serta pendiri TK Khalifa), muhammad Ali (petinju legendaris dari Amerika yang memiliki keunikan dan ciri khas ketika bertanding), dan Michael Jackson (julukan The King of Pop, Dia memiliki suara yang bagus dan tarian khas, moonwalk), dll. Meskipun demikian, orang yang paling sukses dan “terbalik” di jagat raya ini (khsususnya bagi umat muslim) tiada  lain dan tiada bukan adalah Nabi Muhammad saw (beliau sebagai nabi dan rosul, juga sebagai pengusaha, kepala pemerintahan/khilafah, ahli strategi, panglima perang, dll).

Pada bagian lain, saya baca sebuah bahasan yang menarik namun membuat saya mengkerutkan kening beberapa saat adalah tulisan yang berjudul “Belajar dari Iblis”, dan “Belajar dari Maling”. Dilihat dari judulnya cukup kontroversi dan mungkin saja pembaca mengira penulis buku ini mempunyai aliran “sesat”. Tapi tunggu dulu, tidak demikian. Pesan yang ingin dia sampaikan tiada lain adalah bahwa kita layak meniru iblis dalam hal kegigihannya, visioner, dan terencana. Penulis buku mengakui bahwa iblis itu adalah ciptaan Tuhan yang mempunyai jiwa visioner, pegang pada komitmen, gigih, dan terencana. Sedangkan maling apabila mereka sedang beroperasi berprinsip “sedikit bicara banyak kerja” atau istilah  bahasa Inggrisnya “talk less do more”. Cuma kedua makhluk ini memanfaatkan energi positifnya itu untuk kepentingan kejahatan. Kita sebagai orang normal dan diperkaya akal oleh tuhan, maka wajib hukumnya energi positif yang dimiliki “iblis”: dan “maling” itu diarahkan untuk tujuan positif dan tentunya segala sesuatu kegiatan yang diridloi Allah SWT. Apakah bener iblis itu visioner, gigih, dan terencana? Seperti kita ketahui dalam kisah kisah Islam sering didengar bahwa iblis pernah berjanji untuk menggoda Nabi Adam ‘alaihisalam beserta keturunannya agar tersesat. Sejak dia lahir, tidak pernah putus asa untuk menggoda keturunan Nabi Adam supaya tersesat: tua – muda, laki – perempuan, guru – murid, ulama – santri, suami – istri, birokrat, pejabat, pedagang, penyanyi, politikus, rt, rw, camat, bupati, gubernur, presiden, dll.

Oh, ya! Sebenarnya pada tulisan ini saya ingin berceritera seputar “Senam Jantung Jilid Tiga” kaitannya dengan program iternship, namun dengan berbagai pertimbangan sesuatu  dan lain hal, untuk sementara dipending dulu. Insya Alah suatu saat akan saya publikasikan. Untuk kali ini mah, saya ingin menyampaikan yang sifatnya umum umum saja yaitu bagian awal dari tulisan tersebut. Saya ingin membawa kalian merenung sejenak terlebih dahulu. Heee.heee.

*****

Ada kalanya proses perjalan untuk mencapai sebuah harapan atau mimpi itu lancar bagaikan kita melarikan kendaraan di jalan bebas hambatan, namun tidak jarang pula perjalanan itu tersandung oleh kerikil kerikil tajam yang mungkin melukai kaki kita. Perjalanan tersendat oleh sejumlah rintangan dan belokan yang mau tidak mau harus dilalui sehingga mimpi mimpi indah itu sulit untuk diwujudkan, setidaknya memerlukan waktu yang panjang. Padahal kita sudah berdarah darah demi sebuah harapan dan mengalami pluktuasi senam jantung yang dasyat, lalu pada akhirnya kandas di tengah jalan. Kalau situasi yang dihadapi seperti ini, apa yang mesti kita lakukan? Kalian pasti tahu, dalam konsep budaya bangsa kita, terutama keyakinan beragama Islam dikenal dengan “berserah diri”. Jika ihktiar sudah maksimal, tentunya diiringi dengan doa, namun hasilnya belum kesampaian, ya itulah kosep berserah diri itu kita tanamkan dalam diri kita masing masing.

Yang menarik dan unik adalah orang Jepang ketika menyikapi hal yang sama. Sepengetahuan saya konsep “berserah diri” itu tidak dikenal di kalangan mereka (terkecuali orang Jepang yang satu keyakinan dengan kita). Sebagai ilustrasi ketika kita berdoa atau sembahyang misalnya, bagi orang Jepang berdoa itu merupakan ritual yang dilakukan pada waktu tertentu dan konsepnya agak berbeda. Jika orang Jepang berdoa, umumnya memohon kesehatan, keselamatan, dan kemakmuran dalam hidup. Kita tahu bangsa Jepang terkenal dengan rajin dan tekun. Memang mereka selalu berusaha dengan sangat giat dalam meraih sesuatu yang mereka harapkan. Namun, jika harapan itu penuh dengan rintangan atau hambatan, lalu pada akhirnya mengalami kegagalan, maka mereka akan memandang bahwa kegagalan itu bukan sebagai takdir tuhan, namun sebuah ketidakoptimalan dalam melakukan usaha. Saya kira mungkin konsep berpikir inilah salah satu daya dorong orang orang Jepang yang tidak cepat merasa puas atas capaian sesuatu. Hasilnya, berbagai inovasi terus dikembangkan dan disempurnakan. Sangat wajar apabila diawali hanya mampu meniru, namun pada akhirnya muncul karya originalitas mereka yang mengagumkan sehingga mampu merajai perekonomian dunia. Terlepas dari hal itu, yang perlu kita garis bawahi adalah sikap menyerah sebelum berusaha adalah langkah hidup yang tidak diharapkan.

Saya sendiri kadang kadang mengalami perjalanan yang sulit ketika mencapai sebuah harapan. Beberapa diantaranya yang sudah menjadikan “senam jantung” saya adalah program Osaka  Business Internship Program (OBIP), Japan Business Internship Program (JBIP) dan Wisata Pendidikan ke Jepang. Episode “Senam Jantung Jilid Satu dan Jilid Dua” bisa dibaca di(http://berita.upi.edu/2013/07/17/sekelumit-kisah-pembelajaran-obip-2013-senam-jantung-menjelang-ramadhan/. Jilid pertama ini mengisahkan perjalanan OBIP yang tidak lancarnya proses visa sehingga keberangkatan rombongan sampai tertunda dua kali, dan “merugi” dana yang sangat besar. Sedangkan “Senam Jantung Jilid Dua” mengisahkan ketika saya membawa rombongan guru dan kepala sekolah di Karawang ke Jepang tahun 2012. Waktu itu salah seorang peserta rombongan tasnya tertinggal di bandara Kansai. Di tambah lagi, yang menjadikan saya senam jantung semakin dasyat tahun 2012 ini adalah sehari setelah saya menginjakkan kaki di negeri Oshin (Sabtu, 16 Mei 2012) ada berita duka bahwa ayah tercinta saya meninggalkan dunia. Memang kalau takdir sudah berbicara A atau B, kita tidak bisa berbuat apa-apa. Hanya doa yang bisa kita panjatkan kepada penguasa bumi dan langit ini ““Allahummaghfir lahu warhamhu wa ‘aafihi wa’fu ‘anhu wa akrim nuzulahu wa wassi’ mudkhalahu waghsilhu bilmaa`i wats tsalji wal baradi wa naqqihi minal khathaayaa kamaa naqqaitats tsaubal abyadla minad danasi wa abdilhu daaran khairan min daarihi wa ahlan khairan min ahlihi wa zaujan khairan min zaujihi wa adkhilhul jannata wa a’idzhu min ‘adzaabil qabri au min ‘adzaabin naar” (Ya Allah, ampunilah dosa-dosanya, kasihanilah ia, lindungilah ia dan maafkanlah ia, muliakanlah tempat kembalinya, lapangkan kuburnya, bersihkanlah ia dengan air, salju dan air yang sejuk. Bersihkanlah ia dari segala kesalahan, sebagana Engkau telah membersihkan pakaian putih dari kotoran, dan gantilah rumahnya -di dunia- dengan rumah yang lebih baik -di akhirat- serta gantilah keluarganya -di dunia- dengan keluarga yang lebih baik, dan pasangan di dunia dengan yang lebih baik. Masukkanlah ia ke dalam surga-Mu dan lindungilah ia dari siksa kubur atau siksa api neraka).”  Untuk selanjutnya, silahkan dibaca (http://www.karawangnews.com/2012/06/geliat-dinas-pendidikan-karawang.html).

Sebenarnya informasi awal tentang adanya program internship LPPM UPI kerjasama dengan ISH ini sudah saya tulis dengan judul  “Program Internship Menggoyang Mahasiswa UPI”. Silahkan dibaca artikel di http://berita.upi.edu/archives/12391.

Entah mengapa, saya demikian antusias untuk membantu mewujudkan impian teman teman mahasiswa (baik di lingkungan kampus maupun di luar kampus UPI) yang mau ke Jepang. Destinasi hanya dibatasi Jepang saja sebab akses ini yang paling dimungkinkan dan relatif mudah untuk diwujudkan. Sebenarnya, untuk UPI bisa juga menjelajahi  negara lain selain Jepang lebih gencar lagi seperti ke Sri Lanka, Meksiko, Republik Korea, Turki, Cina (Mongolia), Peru, Irlandia Utara, Filipina, Rusia, Italia, Nepal, India, Argentina, Swiss, Kenya, dan Kamboja. Akses dengan negara negara tersebut sudah terkoneksi dengan baik. Kita (baca: UPI) telah sukses menjadi tuan rumah yang baik dalam penyelenggaraan cultural summit tahun 2014. Tinggal kita “memanfaatkan” jejaring yang sudah dijalin ini sebagai peluang emas dengan menciptakan aneka ragam program kegiatan lain.

Sepulangnya dari Jepang minggu kemarin, ada mahasiswa bertanya kepada saya demikian, “Sensei, mengapa giat sekali membuat program untuk mahasiswa ke Jepang?”. Pertanyaan yang cukup menggelitik sebab baru kali ini ada mahasiswa yang bertanya seperti itu. Memang, hampir setiap saat selalu muncul pertanyaan demikian. “Apa yang bisa diperbuat dengan profesi yang saya miliki selain mengajar bahasa Jepang?”. Jawabnya yaitu berusaha merancang aneka ragam program kegiatan bagi orang Indonesia yang mau ke Jepang atau bagi orang Jepang yang mau ke Indonesia. Saya sangat meyakini dengan melihat Jepang secara langsung dengan mata sendiri, mendengar tentang Jepang dengan telinga sendiri, merasakan langsung ganasnya kehidupan kota kota di Jepang, menikmati alam Jepang, tukar informasi dengan orang orang Jepang secara langsung, dan kegiatan yang relevan lainnya, intinya buka mata, buka telinga, dan buka hati langsung di negeri Matahari adalah cara terbaik untuk memahami Jepang. Demikian sebaliknya, semakin banyak orang Jepang memahami Indonesia, maka benturan budaya akibat perbedaan, mungkin bisa dihindari. Bisa jadi, suatu saat kebersamaan dalam perbedaan itu bukan hanya di kalangan bangsa Indonesia, namun tercipta juga di masyarakat dunia (dalam hal ini Indonesia dan Jepang). Saya kira sangat cocok juga kalau roh “Bineka Tunggal Ika” yang kita punya menjadi pilar bangsa bangsa di dunia untuk mewujudkan perdamaian dunia. Saya usulkan ke PBB supaya mengadopsi roh semboyan yang kita punya ini.

Program internship hanya salah satu upaya jangka panjang untuk menciptakan saling pengertian antara Indonesia dan Jepang. Saya sangat meyakini program internship bagi para mahasiswa ini sangat bagus, menarik, meskipun penuh tantangan. Khusus bagi saya sendiri, program ini merupakan episode perjalan hidup saya yang sangat bemakna. Harapannya tiada lain semoga menjadi goresan tinta emas sehingga memperkaya khasanah karier saya sebagai warga UPI yang insya Allah tidak akan terlupakan sepanjang hayat dikandung badan. Yang lebih penting lagi, apakah itu OBIP, JBIP, internship UPI-ISH, atau program program yang lainnya diharapkan para mahasiwa peserta program ini menjadi generasi penerus bangsa, menjadi insan insan yang mandiri, lalu mampu mengepakkan sayapnya lebih lebar membentang menjelajahi ruang tanpa batas dan mampu memasuki kawah candradimuka internasionalisasi yang lebih luas dalam rangka mengisi abad 21 ini. Semoga!!!

Sementara sekian dulu. Insya Allah lain kali disambung lagi.

(Bandung, 19 Desember 2017)

[/et_pb_text][/et_pb_column][/et_pb_row][/et_pb_section]