Saya dan Pimpinan UPI (Rekam Jejak – Sebuah Perjalanan Anak Desa – bagian 5)

Dear Para Mahasiswaku!

Tidak disangkal lagi seni pertunjukkan Indonesia, dimana pun seni itu ditampilkan selalu menjadi magnit tersendiri yang mampu menyedot dan membius para pelaku dan penikmat seni di Jepang, termasuk  tampilan Tim Kesenian Karawang di Kansai Jepang. Seni pertunjukan yang saya maksud yaitu orkestra angklung. Selama 5 hari ini, yaitu sejak tanggal 17 s.d. 23 Nopember 2017, saya diminta mendampingi para inohong Karawang dan Tim Kesenian Angklung untuk melawat ke negeri Sakura. Sebuah kesempatan yang jarang terjadi dan tak ternilai harganya bagi saya mah. Bukan dari segi materi, namun dari kepuasan batin, yaitu sebuah “penghargaan” dan “kepercayaan” yang saya peroleh. Dua nilai kehidupan yang saya kira didambakan oleh setiap orang yang beradab dan mencintai kehidupan yang damai. Heeee.heeee. Dua nilai kehidupan yang gampang gampang susah diraih sebab perlu proses yang relatif panjang. Tentunya “penghargaan” dan “kepercayaan” ini harus dijaga dengan baik sebab akan menentukan harkat dan martabat kehidupan kita. Kita tahu bahwa kepercayaan dan penghargaan itu akan semakin memudar, mungkin saja akhirnya menghilang manakala racun “kebohongan” dan “penipuan” merajalela dimana mana. Saya berharap mari kita saling mengingatkan dan saling menjaga diri kita masing masing, jangan sampai menyepelekan dua nilai kehidupan ini.

Eh, ngomong ngomong, sesuai dengan janji saya sebelum berangkat bahwa nanti akan saya bagi “oleh oleh”. Oleh oleh yang saya maksud bukan berupa materi, namun berupa ceritera atau dalam bahasa Jepangnya disebut omiyage banashi. Semoga bermanfaat.

*****

Adalah sebuah penghormatan yang sangat luar biasa ketika pihak Osaka In The World Committee (disingkat OIW) memulai pelaksanaan programnya dengan mengundang IKIP Bandung (sekarang UPI) sebagai negara asing yang ketiga (setelah Switzerland) guna memperkenalkan budayanya. Undangan itu terjadi pada tahun 1992. Rombongan waktu itu, dikomandani Rektor IKIP Bandung (Prof. Kodir alm.) sukses memperkenalkan budaya Sunda serta Indonesia dengan menyajikan beberapa materi seni seperti angklung dan sejumlah tarian Indonesia. Bahkan di tahun 2014, UPI dipercaya menjadi tuan rumah kegiatan OIW dengan dihadiri perwakilan 26 negara dan pihak UPI telah berhasil dan sukses menjalankan kegiatannya sebagai tuan rumah yang baik.  Kegiatan ini dikenal dengan sebutan “Cultural Summit OIW – UPI”. Untuk informasi lebih lanjut, bisa dibaca di https://lifestyle.sindonews.com/read/918776/166/25-negara-ikuti-culture-summit-2014-1414980193 dan http://jabar.tribunnews.com/2014/11/02/universitas-pendidikan-indonesia-gelar-world-culture-summit. Tidak hanya sampai di situ, bahkan secara berturut turut setiap tahun sejak tahun 2014, OIW mengundang UKM Katumbiri FPBS UPI untuk performance di Okinawa, Osaka dan sekitarnya.

Dari rangkaian kerjasama yang baik antara OIW dan UPI, ternyata dalam perkembangannya beranak pinak menjalin persahabatan dengan kota kota lain diantaranya dengan Karawang. Cikal bakal kerjasama antara Karawang dan OIW ini diawali dengan adanya program kunjungan Dinas Pendidikan Karawang (yaitu para Kepala Sekolah SMP, SMA, para pengawas, beberapa orang guru, dan tentunya pimpinan Dinas Pendidikan) berkunjung ke Jepang tahun 2012 atas undangan OIW, dan kali ini pun atas undangan OIW pula. Informasi kunjungan waktu itu bisa dibaca di (http://www.karawangnews.com/2012/06/geliat-dinas-pendidikan-karawang.html#).

Seperti halnya kunjungan pertama tahun 2012, yaitu ketika Dinas Pendidikan Karawang ke Jepang, kali ini pun rombongan disambut dengan kehangatan yang luar biasa, tepuk tangan yang meriah, dan tentunya hidangan hidangan makanan ala Jepang. Pada hari pertama sedikit hujan, namun tidak mengurangi kehangatan warga Jepang dalam menyambut rombongan Karawang. Meskipun hari hari berikutnya suhu semakin dingin kira kira 8 derajat, namun dinginnya cuaca tidak mengalahkan minat dan rasa kepenasaran rombongan Karawang untuk mengetahui lebih jauh kota Osaka dan sekitarnya serta mereka serius mengikuti rangkaian kegiatan yang cukup padat.

Secara rinci rangkaian kegiatan eksibisi kali ini bisa saya jelaskan sebagai berikut.

  1. Rombongan kali ini dengan peserta (partai besar) berjumlah 67 orang, yang terdiri atas siswa siswi SMPN 1 Karawang, para guru, dan tim Muspida Karawang telah mengadakan serangkaian kegiatan baik yang berkaitan dengan kunjungan oficial maupun pengenalan seni angklung di beberapa tempat seperti di TK, SD, dan SMP.
  2. Dalam pelaksanaannya, terutama untuk tanggal 20 Nopember 2017, rombongan dibagi dua kelompok besar, yaitu kegiatan yang berkaitan dengan oficial sebanyak 10 orang, dipimpin langsung oleh Bupati Karawang (Ibu CELLICA NURRACHADIANA atau lebih dikenal dengan Teh Celly), dan sisanya dipimpin oleh Kepala Sekolah SMPN 1 Karawang Barat (Bapak Rukmana M.Pd) mengunjungi SMP Tajiricho, TK dan SD.
  3. Khusus kunjungan oficial telah mengadakan serangkaian pembicaraan dengan pemerintah Prefektur Osaka, Walikota Sakai, Rektor Nara Saho Collage, dan Rektor Universitas Tenri. Kedua belah pihak telah sharing informasi mengenai pengembangan wilayah dan program masing masing lembaga, diantaranya yaitu:
  • Informasi persiapan yang berhubungan dengan rencana menyambut Expo Osaka 2025, yang mereka sebut dengan nama “ Expo 2025 – Osaka – Kansai/Japan”. Sebuah hajat besar akan digelar di Osaka. Expo kali ini mengusung tema “Designing Future Society for Our Lives – How to Lead a Healthy Life in a Diverse Manner; Sustainable Socioeconomic Systems”. Memang, riak persiapan tersebut sudah kami rasakan dan ketahui dari brosur dan spanduk yang terpampang di bandara Kansai. Lalu, ketika kami berkunjung ke kantornya, pemerintah Osaka telah memperlihatkan lokasi expo yang sedang dibangun, yaitu dengan mereklamasi laut yang ada di sekitar kantor Prefektur Osaka tersebut. Perlu kami jelaskan bahwa kantor Prefektur Osaka tersebar di beberapa tempat, dan yang kami kunjungi yaitu yang berlokasi di Sakishima Building. Kami diterima dengan baik oleh Bapak Hironori Harimoto (Executive Direktor of International Relations) dan dua orang stafnya yaitu Bapak Hideaki Ueyama (International Business Promotion Group) dan Bapak Hideo Nishikawa (Deputy Director: International Affairs Division-Osaka Promotion Bureau). Sementara dari pihak Karawang dihadiri 10 orang, diantaranya Teh Celly (Bupati Karawang), Bapak Pendi Anwar (Ketua Komisi D), dan Bapak Okih Hermawan Kardi (Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Karawang);
  • Dalam rangka expo tersebut, pemerintah Osaka telah mengundang Karawang untuk turut serta hadir di Osaka untuk mengikuti kegiatannya nanti. Demikian pula pihak Karawang berharap tim dari Osaka dan lembaga lainnya yang kami kunjungi bisa menghadiri kegiatan Gokar (Goyang Karawang) tahun 2019 yang sudah dirancang dan sedang dipersiapkan segala sesuatunya oleh pemerintah Karawang. Bahkan Karawang sangat berharap, bukan saja perwakilan dari Jepang yang bisa hadir pada hajat besar Gokar ini, namun diharapkan pula para anggota OIW yang konon sudah mencapai anggota 28 negara bisa hadir pada even Gokar tersebut.
  • Rombongan telah berkunjung ke kantor Walikota Sakai, dan diterima langsung oleh walikotanya yaitu Bapak Osami Takeyama dan bersilaturahim pula dengan warga Minamiyashimo di Kota Sakai. Tujuan utama mengunjungi Kota Sakai tiada lain dalam rangka menjajaki program sister city, dan pada prinsipnya kedua belah pihak akan mempertimbangkan rencana tersebut. Selain itu, pemerintah Sakai telah mengundang (secara lisan) pemerintah Karawang untuk menghadiri pembukaan Asean Games di Osaka tahun 2020.
  • Perlu kami jelaskan bahwa warga Minamiyashimo (tentunya didampingi pengurus OIW) yang tergabung ke dalam Komunitas Pendidikan Minamiyashimo ini sudah mengadakan lawatan kunjungan balasan ke Karawang pada tahun 2014. Tempat tempat yang mereka kunjungi selain kantor pemerintah Karawang, juga kota Rengasdengklok, khususnya musium kemerdekaan. Mereka sangat antusias ingin mengunjungi Rengasdengklok sebab mereka ingin mengetahui cikal bakal negeri ini. Hasilnya mereka sangat meyakini bahwa Indonesia bisa besar seperti sekarang ini, menjadi sebuah negara merdeka itu berkat kontribusi sejarah Rengasdengklok. Di tempat inilah nota kesepahaman bangsa Indonesia merdeka dibuat, naskah proklamasi dibuat, dirumuskan, dan akhirnya dikumandangkan ke seluruh pelosok tanah air dan dunia. Mereka mengibaratkan Rengasdengklok (baca: musium Kemerdekaan Rengasdengklok) ini bagaimana percikan api semangat yang mampu membakar semangat juang para pejuang Indonesia waktu itu sehingga melahirkan sebuah slogan yang maha dasyat: “Merdeka atau Mati”. Selama saya mendampingi mereka (kalau tidak salah saya sudah mengunjungi Musium Kemerdekaan Rengasdengklok itu sebanyak 4 kali) saya selalu diberi “wejangan” oleh mereka demikian. (1) spirit Rengasdengklok jangan sampai dilupakan: (2) Saat ini, Indonesia sedang membangun ingin maju seperti Jepang. Itu sangat baik dan sah sah saja, namun jangan sampai dilupakan bahwa dibalik Jepang yang maju itu, sebenarnya ada sesuatu nilai kemanusiaan yang semakin menghilang. “Apa yang hilang itu”, tanya saya. Jawabnya “ kekosongan/kehampaan batin (bhs Jpg: kokoro)”. Menurut mereka nutrisi pasokan batin di masyarakat Jepang selama ini kurang seimbang dengan gerak laju kemakmuran dalam bidang ekonomi (bhs Jpg: keizai). Jadi, kalau disimpulan kira kira demikian “kemakmuran dari segi ekonomi di Jepang telah mengakibatkan banyak warga Jepang yang mengalami “kehampaan batin”. Bagi solmet solmet saya yang tinggal lama di Jepang, mohon info yang lebih rinci tentang hal ini. Apakah memang demikian adanya?. OIW dan rombongan Minamiyashimo berpesan kepada saya demikian “Jangan membangun Indonesia yang segala sesuatunya mengikuti jejak Jepang, kami khawatir nantinya menjadikan Indonesia seperti Jepang sekarang yang mengakibatkan masyarakatnya semakin “kosong/hampa batin”, akan tetapi bangunlah Indonesia seperti Jepang dengan tidak melupakan nilai nilai kehidupan yang hakiki. Jangan sampai terjadi “kehampaan/kekosongan batin” di Indonesia seperti fenomena di Jepang sekarang, yaitu “semakin hilangnya kehangatan keluarga, keharmonisan, keramahtamahan, rasa gotong royong, dll”. Pesan yang sangat mendalam dan serius untuk dipikirkan dan ditindaklanjuti oleh pemegang kebijakan di negeri ini khususnya dan warga Indonesia pada umumnya. Saya kira, pesan itu mempunyai makna yang mendalam untuk kalian pikirkan sebagai generasi penerus bangsa. Siapa pun orangnya (tidak hanya kita dan orang Jepang) tapi semua manusia yang hidup dimuka bumi ini ingin bermuara pada satu titik kehidupan yang didambakan, yaitu mampu menjalani kehdupan ini dengan bahagia. kehidupan macam apa yang bahagia itu?. Menurut hemat saya, bukan sebuah kehidupan semua keinginan tercapai secara materi, namun tidak kalah pentinya juga adalah terciptanya hari yang damai dan tenang, terciptanya keseimbangan lahir dan batin dalam hidup ini. Tentunya, untuk mencapai ketenangan hati harus ditopang dengan pasokan nutrisi yang baik untuk keperluan lahir dan batin tersebut. Untuk selanjutnya, pesan yang saya peroleh ini, saya sampaikan kepada para pembaca dan silahkan jabarkan oleh para pembaca sesuai dengan kemampuan dan pemahaman masing masing.
  • Disamping berkunjung ke lembaga pemerintahan, juga rombongan mengunjungi dua perguruan tinggi swasta, yaitu Nara Saho Collage dan Universitas Tenri. Kami diterima langsung oleh kedua Rektor masing masing, yaitu Rektor Nara Saho Prof. Kayoko Magoshi dan Rektor Universitas Tenri Prof. Noriaki Nagao. Kami memperoleh informasi seputar studi lanjut ke perguruan tinggi di Jepang, khususnya studi lanjut di kedua perguruan tinggi tersebut. Salah satu informasi yang sangat rinci kami peroleh di Nara Saho. Topik lain yang dibicarakan oleh kedua belah pihak (Karawang dan Nara Saho) antara lain perlunya revisi MoU yang sudah disepakati oleh Karawang c.q. PGRI Karawang dan Nara Saho beberapa tahun yang lalu. Revisi yang dimaksud adalah tambahan pasal yang menyatakan bahwa pemerintah Karawang akan memberikan bantuan beasiswa bagi mereka yang studi lanjutnya ke Jepang, khususnya Nara Saho. Pengalokasian dana pendidikan untuk studi ke luar negeri (dalam hal ini ke Jepang) perlu disambut dengan sukacita oleh warga Karawang sebab bantuan dana pendidikan ini bisa memberikan keringanan dan kelancaran selama studi. Setelah kegiatan diskusi usai, dilanjutkan makan siang bersama di kantin universitas.
  • Dalam setiap pertemuan baik di lembaga pemerintahan maupun di perguruan tinggi (termasuk di TK, SD, dan SMP) dilakukan tukar menukar cinderamata dari kedua belah pihak.
  • Kegiatan di TK, SD, dan SMP, disamping performance angklung, dilanjutkan dengan kegiatan kelompok antara siswa siswi SMPN 1 Karawang dengan para siswa setempat. Sementara guru dan tim yang lain mengelilingi keadaan sekolah. Sebagai contoh di SMP Sennan. Rombongan diperlihatkan kondisi kelas (termasuk ruangan kelas khusus untuk disabilitas), dan kelas untuk latihan bahasa Inggris atau bahasa asing lainnya. Di ruangan kelas ditemukan helm, dan salah seorang guru dari Karawang bertanya akan keberadaan helm tersebut. Dijawab oleh petugas bahwa helm itu dipakai oleh siswa yang datang ke sekolah menaiki speda. Ternyata naik speda juga wajib untuk mengenakan helm. Memang, untuk siswa SMP, apalagi siswa SD dilarang keras menaiki speda motor ke sekolah”, demikian penjelasannya. Rangkaian kunjungan ke sekolah sekolah sungguh bernilai dan banyak yang bisa direnungkan dan diadaptasi di negeri kita. Bagi saya pribadi – yang menarik ketika berkunjung ke SMP Sennan itu yaitu melihat para guru yang sedang mengajar. Katanya, kunjungan kami bertepatan dengan KBM mata pelajaran dotoku ‘Moral”. Menurut kepala sekolahnya, pelajaran dotoku ini dilaksanakan seminggu sekali secara bersamaan dengan waktu yang bersamaan pula. Gurunya adalah semua guru mata pelajaran. Dengan kata lain, pelajaran dotoku ini diberikan oleh semua guru tanpa melihat mata pelajaran yang ia pegang.
  • Pada setiap akhir acara, yaitu ketika kami meninggalkan tempat terutama di sekolah, selalu diantar dengan lambaian tangan yang penuh kehangatan, dan teriakan histeris dari kedua belah pihak saya dengar. Ini menandakan bahwa pertemuan diantara mereka itu telah “menyentuh hati” masing masing meskipun selama mereka bergaul terkendala dengan bahasa. Tidak berlebihan jika disimpulkan bahwa meskipun pertemuan itu sangat singkat, namun cukup mendalam dan berarti bagi mereka. Semoga!!!.
  • Selain eksibisi Angklung, Karawang –khususnya Dinas Pariwisata dan Kebudayaan mengerahkan pula tim pameran. Tujuan utama pameran ini tiada lain dalam rangka memperkenalkan produk Karawang baik yang berkaitan dengan pakaian, makanan, minuman, obyek wisata di Karawang, dan tentunya fasilitas pendukung lainnya seperti hotel yang ada di Karawang. Dengan upaya memperkenalkan itu semua, diharapkan banyak warga Jepang – setidaknya warga Jepang yang dikunjungi rombongan tertarik dan berkunjung ke Karawang.
  • Memang, bagi saya kesempatan ke Jepang kali ini merupakan sebuah perjalanan panjang dan cukup “melelahkan”, namun endingnya/akhirnya terobati dengan tampilan wajah unyu unyu yang terampil memainkan angklung sehingga mampu membius serta menghipnotis para siswa dan warga Jepang (TK, SD, SMP) dan pemerintah setempat. Meskipun saya sendiri bukan warga Karawang (tapi memperoleh penghargaan menyertai rombongan ini, apalagi bisa ngobrol ngobrol/presentasi di depan para inohong Karawang – diantaranya Bupati Karawang, Kadisparbud, dan Ketua Dewan), saya merasa bangga, salut, tersanjung, dan tentunya acungan jempol kepada Karawang. Bukan saja kepada para siswa dan gurunya, akan tetapi kepada pemerintah Karawang. Kenapa demikian? Sebab regulasi pemerintah Karawang terhadap seni, budaya dan pendidikan sungguh luar biasa. Karawang berani mengambil kebijakan alokasi pendidikan melebihi prosentasi yang seharusnya 20%. Kalau tidak salah 30% dari anggaran daerahnya. Hal ini, saya mendengar langsung dari Bupati Karawang (Teh Celly) selama saya mendampingi beliau dan ketika berdiskusi dengan para inohong Jepang. Sinkronisasi eksekutif dan legislatif, dan mungkin yudikatif juga di Karawang (setidaknya selama saya terlibat pada program eksibisi angklung ke Jepang kali ini) sangat harmonis, apalagi eksibisi angklung kali ini “dikomandani” langsung oleh pimpinan puncak di Karawang (Teh Celly) dan didukung dengan para kadisnya. Memang, ayunan langkah yang harmonis dan saling dukung antara pihak pihak terkait sangatlah penting dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Seni dan budaya hanyalah salah satu alat yang cukup mampu untuk dijadikan rel kehidupan manakala kita ingin maju bersama. Saya bukan ahli seni, apalagi pelaku seni, saya cuma sekedar penikmat seni.
  • Dengan terlaksananya kegiatan lawatan seni dan budaya dan sekaligus pameran di Jepang dalam rangka memenuhi undangan dari OIW ini telah berhasil mempererat hubungan Indonesia-Jepang dengan baik. Bahkan dengan adanya undangan dari pemerintah Osaka & Sakai kaitannya dengan expo 2025, juga undangan pembukaan Asean Games tahun 2020 kepada Karawang serta undangan Bupati Karawang kepada mereka untuk berkunjung ke Karawang, hal ini sebagai sinyal diantara kedua belah pihak bahwa kedua belah pihak telah menaruh perhatian yang positif dan kondusif untuk menjalin kerjasama di masa mendatang. Semoga kegiatan kali ini menjadi batu loncatan untuk melahirkan program program lainnya yang lebih baik guna membangun daerah/wilayah masing masing (tentunya termasuk membangun SDM yang berkualitas). Semoga!!!

Itulah omiyage banashi yang bisa saya sampaikan. Semoga ada secercah “mutiara” yang bisa menjadi bahan renungan kalian. Sampai bertemu lagi dengan topik ceritera yang berbeda (Bandung, 24 Nopember 2017)