Ratih, Cerpen “Namaku : Hiro”

Dosen DPBJ Ibu Noviyanti Aneros S.s., M.A yang mengajari kami pada mata kuliah Nihon Bungaku atau Sastra Jepang pada tahun 2017, meminta kami untuk membuat hasil karya berupa cerpen terkait Jepang.

Berikut hasil karya cerpen yang telah saya coba tulis. Semoga dapat menghibur para pembaca semua.

 “Namaku : Hiro”

Ratih Kemala Dewi

Kehidupan Tokyo-ku sama seperti biasa. Sebagai seorang mahasiswa hampir tingkat akhir, menunggu dosen pembimbing selama 3 jam untuk bimbingan skripsi, mengobrol dengan teman tentang magang, hingga ­bolak-balik perpustakaan untuk mencari referensi skripsi sudah menjadi makananku sehari-hari. Berbicara soal makan, sama seperti biasanya aku selalu makan di kantin kampus dengan uang yang seadanya. Ya, uang seadanya karena aku tipikal anak kuliahan yang tinggal sendiri dan paling doyan belanja online, sampai-sampai aku tidak sadar uang bulananku sudah mulai menipis. Kehidupan yang biasa seperti inilah yang selalu aku jalani. Mungkin sebagian besar teman-temanku juga mengalami hal yang sama. Kami semua mengikuti alur. Mengikuti aturan. Mengikuti air yang mengalir tenang, berpikir bahwa comfort zone adalah satu-satunya hal yang selalu kami jaga. Entah mengapa, rasanya pada hari ini aku ingin berbuat sesuatu. Berada di zona nyaman, berteman dengan orang yang memiliki sifat yang sama denganku, membuat aku berpikir apa aku hanya hidup seperti ini? Hanya begini saja pengalaman yang aku punya selama di Tokyo? That’s it?

Pukul 18.00 aku menjawab pesan temanku yang bernama Hiro. Nama lengkapnya Satou Hiro. Rasanya sudah lama aku tidak bertemu dengannya. Ada perasaan senang karena dia masih mengingatku padahal aku tahu dia sedang sibuk-sibuknya dengan proyek kampus yang dia sedang jalankan. Biar kuberitahu tentang temanku yang satu ini. Sekilas tidak ada yang spesial dengannya. Tapi kau harus tahu, sekali kau mengenalinya, rasanya dunia baru akan terbuka untukmu. Aku akan simpan cerita itu untuk nanti. Intinya, pada hari ini tepatnya malam ini, bersama temanku Hiro aku menemukan sisi lain Tokyo yang begitu nyata bagiku. Yaitu sisi gelap Tokyo.

Realita kota besar, yang aku bicarakan disini tidak hanya tentang pergaulan bebas, anak-anak remaja labil yang selalu nongkrong dipinggir jalan. Tidak, teman. Lebih dari itu, Tokyo menyimpan banyak rahasia. Bagiku, Tokyo di malam itu terasa lebih dingin dari biasanya. Lebih bising dari biasanya. Dan lebih mengerikan dari biasanya. Karena aku menyaksikannya dengan kedua mataku sendiri.

              Dimulai dari aku yang menjawab pesan temanku yang bernama Hiro. Kami tidak mengobrol banyak, hingga akhirnya keinginanku untuk keluar dari comfort zone ini muncul dan aku merasa perlu untuk terus berhubungan dengannya. Oleh sebab itu, aku memancingnya untuk mengikutsertakan aku pada proyek yang sedang digarapnya. Sesuai ekspektasi, Hiro adalah tipe orang yang akan mengajakmu mengobrol secara langsung dibanding berdiskusi via pesan singkat. Karena yang kami bicarakan adalah proyek kampus yang besar, aku rasa perlu untuk mendengarkan secara langsung hal ini. Tak ku sangka, ia langsung mengajakku bertemu pada malam ini juga. Tanpa memikirkan betapa lelahnya hari ini, aku pun bergegas menemuinya.

Di sepanjang jalan, aku jadi teringat kali pertama aku bertemu dengan Hiro. Pada hari itu kami bertemu pada sebuah festival budaya tahunan di kampus atau biasa disebut Bunkasai. Saat itu aku sedang berjaga di salah satu stand makanan yang menjual takoyaki, kemudian seseorang datang dan hendak membeli takoyaki. Ia adalah Hiro. Hal itu terjadi ketika aku masih di semester 2 di Tokyo Daigaku. Ia memesan dan tidak banyak melakukan hal yang berbeda dengan pelanggan lainnya. kemudian ketika ia hendak membayar, temanku Sosuke berkata

“Ah, Hiro-senpai! Hisashiburi!”

Hisashiburi, oh ini stand kelasmu?” jawab Hiro dengan santai.

“Iya senpai. Senpai beli takoyaki juga ya? Untuk senpai ini gratis” , mendengar hal itu aku sontak kaget. Namun aku hanya diam saja.

“Haha, ga perlu lah Sosuke, ini aku bayar sendiri aja. Soalnya beli banyak”

“Tidak apa-apa senpai, ini semua karena kebaikan senpai dulu kepada aku”

“Baiklah kalau begitu, terimakasih Sosuke.” Hiro pun berlalu dengan takoyaki yang ia beli.

Jika dipikir-pikir tidak ada yang spesial dari percakapan tersebut, hanya saja Sosuke adalah manusia terpelit dikelasku, dan ia terkenal cukup galak dan tegas. Bagaimana bisa Sosuke akrab dengan orang seperti dia? Apa yang dilakukan orang tersebut sampai meluluhkan hati seorang Sosuke? Pikirku saat itu.

Aku berkenalan dengan Hiro pertama kali saat kami memasuki kelas yang sama. Ternyata Hiro harus mengulang satu mata kuliah dan kami berada di kelas yang sama. Kami berkenalan layaknya teman biasa, hingga akhirnya aku mengetahui sosok asli Hiro yang membuat semua orang luluh dengan ucapannya. Ia benar-benar masternya gimmick.

Kembali ke malam itu, kamipun bertemu dan mengobrol banyak. Hiro adalah orang selalu bisa membuat orang terkesan. Kau akan tahu jika mengobrol langsung dengannya. 初めての印象 は大切だ. Ketika kau bertemu dengan orang baru, kau harus bisa mendapatkan hatinya. Gimick, pencitraan, hal-hal ini yang akan kau pelajari pertama kali dengannya. Begitu juga aku. Kalau menurutmu menjilat itu hal yang memalukan, wahai teman, ketika kau mendapat hati seseorang, kau tidak hanya mendapatkan loyalitas, namun lebih dari itu. Karena pada dasarnya, manusia itu tidak ada yang baik dan buruk. Yang membedakan manusia adalah bermain atau dipermainkan. Inilah realitas kehidupan yang sesungguhnya.

              Kami sampai pada sebuah cafe ternama di salah satu daerah distrik di Tokyo. Ini pertama kalinya aku melihat distrik merah di malam hari. Ya, ku ingatkan kembali aku adalah mahasiswa naif yang selalu berada dalam zona nyaman, atau bisa kau sebut anak rumahan. Hiro mengajakku makan bersama, ketika ditengah jalan ia berkata bahwa ia akan bertemu dengan seseorang dari komunitasnya. Hiro adalah salah satu anggota aktivis di komunitas ternama di Jepang. Aku baru mengetahuinya saat ia bercerita di sepanjang jalan. Dan ia janjikan pertemuan itu hanya sebentar. Aku yang bermodal percaya saja padanya, hanya mengikuti alur. Ternyata orang yang ingin ia temui adalah… bagaimana ya aku mendeskripsikannya. Dia wanita cukup berumur, mungkin sekitar 50 tahunan, dengan rambut extention, make up yang cukup tebal, dan pakaiannya cukup minim untuk wanita seusianya. Aku tahu wanita ini terlihat cukup bahaya. Kau bisa lihat dari auranya. Rasa tidak nyaman seketika menyelimutiku. Apalagi wanita itu tidak berhenti menggoda Hiro, menggoda disini bukanlah menggoda ala cabe-cabe an pinggir jalan. Ia hanya bermain dengan kata-kata. Aku yang tidak tahu bagaimana cara menghadapi wanita ini hanya tersenyum kaku dan berusaha tidak bertatapan dengannya dengan bermain handphone. Sial, kenapa aku dibawa ke tempat seperti ini. Mungkin ini yang dinamakan culture shock, homesick, dan apalah sebutannya. Aku benar-benar ingin pulang.

Cukup lama aku mendengar wanita ini berbicara dengan Hiro. Kebanyakan ia membicarakan tentang lawan main di dalam komunitasnya. Ia terlihat seperti remaja labil yang ingin mencurahkan isi hatinya. Ia sudah berumur, namun tingkahnya tidak. Hari itu, aku mempelajari sesuatu, ternyata beginilah cara bermain elite politik. Ia akan berusaha mendapatkan hatimu untuk mencari dukungan, jika kau terlelap dengan kata-katanya, kau sudah berhasil masuk kedalam perangkapnya. Aku cukup heran namun cukup terkesan juga, bagaimana bisa Hiro yang notabenya masih berstatus mahasiswa begini bisa bergaul dengan wanita dengan aura berbahaya seperti ini. Namun bukannya terperangkap dengannya, Hiro malah terkesan mengendalikan wanita itu.

Disini aku memiliki peran, sebelum kami bertemu dengan wanita itu Hiro mengatakan bahwa aku harus berperilaku sebagai keluarganya, lebih tepatnya berpura-pura menjadi adik sepupunya. Aku langsung mengerti karena aku tahu Hiro ingin menjaga image baik dengan wanita ini. Sama seperti kehidupan drama-drama di televisi yang sering kau tonton, wanita ini penuh peranan. Di depan Hiro ia terlihat manja, mencari-cari perhatian, menunjukkan bahwa ia wanita tegar ditengah pertikaian dalam komunitasnya. Namun di sisi lain, ia berperan sebagai seorang ibu yang memikirkan bagaimana anaknya akan kuliah dan istri yang menunggu suaminya yang berpangkat Jendral pulang kerumah. Ironisnya, semua itu nyata dan aku mendengarnya dengan telingaku sendiri.

Kulihat Hiro dengan santai mendengar curhatannya dan sesekali membalasnya dengan memberi saran. Mereka terlihat cukup dekat, tidak canggung sama sekali, dan Hiro dapat mengikuti alur tanpa kehilangan arahnya. Untuk seseorang bermental lemah sepertiku, ditinggal berdua saja dengan wanita ini cukup membuat aku membaca istigfar berkali-kali, namun Hiro tidak. Ia bisa mengikuti permainan wanita ini.

Malam semakin larut, aku harus segera pulang karena besok masih ada kuliah pagi yang harus aku jalani. Untuk kali ini Hiro kurang menepati janjinya, pertemuan dengan teman wanitanya itu sangat lama. Setidaknya satu jam bersama wanita itu terasa seperti bertahun-tahun bagiku. Wanita itu ingin lebih lama dengan Hiro, tapi aku harus tetap menjadi prioritas. Dengan berbagai gimick yang Hiro lakukan, akhirnya kami bisa pulang duluan meninggalkan wanita itu di cafe sendirian.

Diluar kafe tawa kamipun pecah. Tepatnya aku tertawa sangat lepas. Aku menertawakan betapa naifnya aku, betapa takutnya aku bertemu wanita itu. Ia adalah istri seorang Jendral, jika aku salah berkata bisa saja besok aku ditembak mati anak buahnya. Namun dengan Hiro aku merasa wanita itu, wanita yang berstatus istri Jendral berpangkat tinggi itu, seperti ibu-ibu arisan yang doyan rumpi.

Perjalanan pulang kami tak henti-hentinya membicarakan tentang hal ini. Hiro berkata, “ini akan menjadi pengalaman yang ga akan kamu lupakan.” Benar saja, siapa yang bisa melupakan malam dimana kau melihat wanita tua istri Jendral dengan dandanan ala remaja  megobrol manja dengan temanmu. 思い切り忘れられない.

        Usia tidak menjadikanmu dewasa. Pengalaman yang menuntunmu menuju pendewasaan. Pengalaman malam ini, aku merasa bahwa kehidupan yang aku jalani selama ini tidak sebanding dengan dunia yang sebenarnya. Aku harus banyak belajar tentang dunia nyata. Aku harus banyak bertemu dengan orang. Mengenali karakter mereka. Karena yang terjadi padaku malam ini, hanya sebagian kecil yang telah dihadapi oleh Hiro. Masa muda yang kita jalani saat ini, rasanya sangat disayangkan bila hanya mengikuti alur saja. Masa muda adalah masa-masa yang pas dimana kita harus belajar. Maksudku, bukan hanya belajar di tempat perkuliahan, kau harus bisa mempelajari lingkungan sekitar, dan luar sekitar. Pelajari bagaimana cara memberikan 初めての印象 yang baik kepada orang, berikan mereka kenyamanan, dan kau bisa menjadi pemuda-pemudi yang disegani orang-orang.