Muhammad, Cerpen “Tanpa Judul”

Dosen DPBJ Ibu Noviyanti Aneros S.S., M.A yang mengajari kami pada mata kuliah Nihon Bungaku atau Sastra Jepang pada tahun 2017, meminta kami untuk membuat hasil karya berupa cerpen terkait Jepang.

Berikut hasil karya cerpen yang telah saya coba tulis. Semoga dapat menghibur para pembaca semua.

“Tanpa Judul”

Muhammad Tresna Resiva

           Daun Momiji yang memerah berjatuhan dari pohon-pohonnnya di sepanjang pinggir jalanan yang sepi. Di pinggir jalan itu tampak sebuah apartemen kecil yang sederhara sedang terparkir dua unit mobil, yang satu mobil pribadi dan satunya mobil jasa pengangkutan barang yang tampak sedang sibuk menurunkan muatannya. Sepasang anak laki-laki dan bibinya pun ikut membantu agar cepat selesai.

“Itu kardus yang terakhir kan An-chan ?”

“Iya ini yang terakhir bi, mobilnya juga dah pergi tuh. Ngomong-ngomong jangan panggil aku An-chan lagi bi, aku kan dah gede.”

“Iyaa iyaa, nah sekarang bibi bantu merapikan tempat ini te…”

“ Ga usah Bi, biar aku sendiri aja, aku ga mau nyusahin bibi lebih banyak lagi, lagian paman pulangnya pasti larut malam dan anak bibi sendirian di rumah kan.”

“Iya juga, tapi kamu engga apa-apa ? “

“ Ga apa-apa, aku bisa sendiri.”

“Yasudah bibi pulang dulu, nanti kalau ada apa-apa hubungi bibi ya.” Bibi itu pun pergi menggunakan mobilnya. Sementara anak laki-laki itu membenahi apartemennya yang kecil.

Seperti musim gugur menuju musim dingin, hati anak laki-laki itu semakin hari semakin membeku, keras dan dingin. Mungkin karena kejadian itu, ingatan perih yang membekas di hatinya.

Satu tahun yang lalu, saat terik matahari panas menyengat, musim panas dengan suhu tertinggi melanda jepang, keluarga Kurokawa pergi ke rumah sakit membawa anak laki-laki tunggalnya yang setengah sadar menggunakan mobil pribadi mereka. Namun ditengah perjalanan, karena suhu musim panas waktu itu sangat tinggi, supir truk yang pingsan terkena dehidrasi menghantamkan truknya yang sedang melaju cepat kearah mobil Kurokawa. Kedua orangtuanya meninggal saat dibawa ke rumah sakit, sedangkan anak laki-laki itu terluka parah dan memerlukan perawatan hingga satu tahun. Sejak saat itu, dia selalu menyalahkan dirinya sendiri atas kecelakaan tersebut.

“Nama panggilan itu selalu membuatku mengingat kejadian itu, makannya aku benci panggilan itu. Andai saja waktu itu aku ga sakit, pasti mereka masih ada disini!”

Walau hidup dalam penyesalan dan luka di hatinya, dia tetap berjuang menghadapi kerasnya hidup di dunia ini. Dia harus kerja sambilan untuk memenuhi kehidupannya sambil menyelesaikan pendidikannya di SMA yang tertunda selama satu tahun lamanya.

Dengan lingkungan barunya di Tokyo, semua terlihat asing bagi Kurokawa. Begitu pula saat memasuki sekolah barunya. Hari ini adalah hari pertama-kalinya Kurokawa masuk ke sekolah lagi.

“Hari ini kita kedatangan murid baru pindahan dari Kyoto, nah silakan masuk!” guru wali kelas 2-3 mempersilakan Kurokawa masuk ke kelas.

“Nah sekarang perkenalkan diri kamu!”

“Perkenalkan, Saya Kurokawa Ando, salam kenal.”

“Nah sekarang kamu bisa duduk disana” guru itu menunjuk bangku yang paling belakang dan selang satu meja dekat jendela yang ada di kanannya lalu memulai pelajaran. Ando pun segera duduk di tempat yang ditunjuk oleh guru tadi, dan seperti biasanya dia tidak memerhatikan guru yang sedang mengajar, dia hanya melamun sambil melihat langit biru yang ada di balik jendela. Sejak dulu Ando adalah anak yang selalu berulah, dia memang tidak terlalu tertarik dengan pelajaran, apapun itu, dia lebih suka bekerja daripada belajar dan membaca buku karena dia mempunyai trauma saat membaca buku. Dulu sekali saat Ando masih di bangku sekolah dasar, dia pernah terperangkap di perpustakaan yang sedang kebakaran yang membuatnya trauma untuk membaca. Sejak saat itu, saat dia membaca buku apapun itu, dia pasti langsung pusing.

“Kurokawa – kun, apa yang sedang kamu lakukan? Apa kamu memerhatikan ibu?” guru itu bertanya kepada Ando yang sedang melamun.

“I-iya bu”

“Kalau begitu, jawab soal matematika yang ada di papan tulis ini!”

Karena Ando tidak memerhatikan, dia bingung harus menjawab apa. Tetapi di sebelah kirinya, anak perempuan dengan rambut pendek se-leher berwarna coklat tua yang duduk di sebelah jendela, sembunyi – sembunyi memperlihatkan buku catatannya yang terdapat jawaban soal matematika yang ada di depan.

“Hmm… Du-dua belas bu”

“Ohh Ternyata kamu mendengarkan, baiklah kita lanjutkan lagi” pelajaran dilanjutkan hingga bel berbunyi.

“Terima kasih ya, hmm…”

“Shioriko, Shioriko Michio”

“Ohh iya, terima kasih ya Shioriko-san”

“Iya” dengan suara yang kecil, Shioriko sambil mengggukan kepalanya.

Shioriko adalah anak yang rajin dan pintar, tetapi sangat misterius, dia jarang bicara dan selalu menyendiri, saat makan siangpun ia selalu menyendiri, dia juga sering pergi ke perpustakaan sendirian saat ada waktu luang untuk membaca buku pelajaran ataupun novel untuk dipinjamnya. Tidak ada yang mendekatinya walau dia sangat baik kepada teman temannya, temannya hanyalah buku yang selalu dia pegang kemana saja. Dia bukan orang yang pemalu, tetapi seperti ada yang dia sembunyikan dan tidak ingin orang lain tahu, oleh karena itu dia selalu menjauh. Begitu juga kepada Ando, walau dia hanya sekedar ingin berterima kasih.

Satu semester pun berjalan dengan cepat dan waktunya untuk ujian semester. Seperti biasa, Ando tidak lulus dalam mata pelajaran apapun. Sehingga dia harus mengikuti ujian remedial. Namun ada yang aneh menurut Ando saat mengikuti ujian remedial. Shioriko ada disana bersama yang lain untuk remedial.

“Eh ? Kok kamu disini ? kamu remedial ? kukira kau anak yang rajin dan pintar!” Ando terkejut melihat Shioriko yang juga ikut remedial. Tetapi Shioriko tidak menanggapi Ando dan terus membaca bukunya.

Usai remedial Ando bergegas berangkat dari sekolah untuk kerja sambilan. Tapi dijalan dia bertemu dengan Shioriko, Ando bermaksud untuk menyapanya, tapi dia berfikir pasti nanti dia tidak akan menanggapinya lagi. Karena searah, Ando berjalan agak berjauhan dengan Shioriko agar tidak ketahuan.  Saat Ando berada di depan sebuah kafe tempat dia bekerja sambilan, seseorang dengan pakaian serba hitam keluar dari kafe tersebut membawa tas berisi uang dan berlari ke arah Shioriko dan menubruknya sehingga Shioriko terjatuh ke badan jalan. Di depannya sebuah truk melaju dengan cepat, Shioriko yang kaget dan takut berteriak kencang, lalu Ando pun berlari kearah Shioriko untuk menolongnya. Untungnya Ando berhasil menyelamatkan Shioriko dan menenangkannya di kafe tempat dia bekerja.

“Kamu ga apa apa ?” tanya Ando sambil menyuguhkan segelas kopi untuk menenangkan Shioriko. Namun Shioriko tampak sangat Shock hingga mengigil. Ando pun mendiamkannya untuk beberapa saat agar Shioriko tenang terlebih dahulu. Setelah beberapa lama, Ando pun bertanya kembali kepada Shioriko.

“Kamu engga apa apa?” tanya Ando lagi, tetapi Shioriko tetap diam saja walau sudah tenang.

“Kamu sangat tertarik sama buku ya ? Hmm… Sebenernya aku ga bisa baca buku, bukan berarti aku engga bisa baca hurufnya, tetapi saat aku membaca buku kepalaku langsung pusing. Mungkin karena traumaku saat kecil….” Ando pun mulai bercerita, agar Shioriko tenang dan mau berbicara.

“Sia – sia, sungguh sia – sia hidup tanpa membaca”untuk pertamakalinya Shioriko berkata.

“Hahaha.. ternyata kamu bisa ngomong juga, jadi kamu engga apa apa ?

“Engga apa apa.”

“Tapi kamu terlihat takut sekali ya ? beneran engga apa apa ?”

“Engga kok, hanya  akupun punya trauma saat kecil, karena aku pernah tertabrak mobil, dan saat ini aku tidak dapat mengingat hal apapun dengan lama, kau tau film Finding Nemo ? mungkin aku mirip Dory di film itu. Makannya aku lebih suka menyendiri agar aku tidak melukai orang lain yang aku lupakan.” Mereka pun saling bercerita dan membuka hatinya satu sama lain.

Sejak saat itu mereka jadi saling dekat. Seperti es yang meleleh saat musim semi dan menumbuhkan bunga cinta diantara mereka. Walaupun Ando tahu apa yang dia lakukan akan dilupakan oleh Shioriko, dia tetap bersamanya  dan selalu membuatnya bahagia. Kuatnya cinta Shioriko kepada Ando pun membuat traumanya hilang. Saat ini dia dapat mengingat kembali.

Tamat