Kagai Jugyou (5) : Chyndanita dkk Memandu Mana-san ke Purwakarta

Berikut akan diperkenalkan artikel kelima yang ditulis oleh mahasiswa DPBJ UPI setelah melaksanakan kagai jugyou (kegiatan pembelajaran di luar kelas) untuk mata kuliah Chujokyu Kaiwa II yang diampu oleh Dewi Kusrini M.Pd, M.A.

Artikel ke-5, dari kelompok Chyndanita dkk (tingkat 3) yang telah memandu Mana-san, orang Jepang yang sedang belajar bahasa Indonesia di UPI, pergi ke Purwakarta untuk wisata budaya. Selamat menyimak artikel perjalanan mereka yang menyenangkan.

Kagai Jugyou (5) : Chyndanita dkk Memandu Mana-san ke Purwakarta

Berbicara tentang wisata, hal ini berkembang seiring berjalannya waktu. Apabila wisata pada waktu dahulu didefinisikan sebagai kegiatan bepergian ke suatu tempat rekreasi bersama teman atau keluarga, nyatanya kini definisi wisata telah meluas. Selain wisata konvensional, wisata kuliner, baru-baru ini juga kita diperkenalkan dengan wisata selfie. Munculnya trend budaya wisata selfie ini tentu saja dipengaruhi oleh perkembangan dan kemudahan akses internet sehingga manusia berlomba-lomba untuk mengunjungi tempat yang menarik untuk memenuhi feedsnya. Namun, kami tidak akan membahas tentang trend wisata selfie. Justru, lewat tulisan ini, kami akan berupaya untuk mengajak anda menikmati definisi wisata pada waktu dahulu sambil menikmati keragaman budaya Nusantara yang ada di Kota Purwakarta.

Berawal dari tugas yang diberikan oleh Dewi sensei untuk mengajak nihonjin jalan-jalan,  kami memikirkan beberapa ide perjalanan yang menarik untuk dilakukan. Kebanyakan ide perjalanan tersebut merupakan ide perjalanan untuk mengunjungi tempat pariwisata di Bandung. Namun, Ohnishi Mana-san, nihonjin yang dipilih oleh Dewi Sensei untuk menemani perjalanan kami ternyata telah mengunjungi hampir seluruh tempat rekreasi di Bandung termasuk tempat yang tadinya akan kami tuju. Setelah gagal dan akhirnya harus kembali menyusun rencana, kami memutuskan untuk pergi ke Kota Purwakarta.

Kota Purwakarta sendiri merupakan kota yang berkembang yang gaungnya masih jarang di dengar orang. Namun, fakta menariknya adalah Kota ini sedikit demi sedikit menjadi kota yang terkenal karena aroma kebudayaannya yang kental. Contohnya, karena telah dibangunnya beberapa musium digital yang canggih tanpa kehilangan unsur budayanya. Kami pun akhirnya memutuskan untuk mengunjungi tiga tempat yang tentu saja penuh dengan sejarah dan unsur budaya.

Tempat pertama yang kami kunjungi bernama “Bale Panyawangan, Diorama Nusantara”. Bale ini terletak tidak begitu jauh dari pusat kota sehingga aksesnya begitu mudah. Sebelum memasuki gedung ini, pengunjung diwajibkan untuk menyimpan barang bawaannya di loker yang telah disediakan. Sementara untuk masuk, pengunjung tidak dikenakan biaya apapun alias gratis.

Ketika pertama kali memasuki bale ini, pengunjung akan mencicipi nuansa sunda yang khas.  Nuansa sunda ini akan terus mengiringi pengunjung hingga akhir perjalanan. Secara umum isi dari Bale ini dibagi kedalam sembilan bagian yaitu, bagian yang menjelaskan tentang sejarah tatar sunda, bagian yang menampilkan sosok para pemimpin Purwakarta dari masa ke masa, bagian yang enggambarkan Indonesia ketika berada di bawah pengaruh Mataram, VOC dan Hindia Belanda, bagian yang menggambarkan Kota Purwakarta pada masa Hindia Belanda, bagian yang menggambarkan Purwakarta pada masa pergerakan nasional, serta beberapa bagian lain yang menggambarkan tentang Purwakarta hingga kini. Selain itu, bale ini juga berisi tentang keragaman budaya nusantara. Mulai dari Peta Indonesia, penjelasan lengkap tentang kebudayaan yang dimiliki tiap daerah dari makanan khas, tarian khas hingga tempat wisata yang wajib dikunjungi apabila kita pergi ke daerah tersebut. Dan berikut beberapa foto yang kami ambil ketika mengunjungi Bale Panyawangan:

Tempat kedua yang kami kunjungi adalah “Galeri Wayang” yang terletak percis di pusat Kota Purwakarta. Masih sama seperti Bale Panyawangan, untuk masuk ke galeri ini pengunjung tidak dibebani biasa masuk. Galeri ini berisi tentang sejarah-sejarah perwayangan. Dari mulai tokohnya, karakternya, hingga ceritanya yang memiliki beragam versi. Selain itu, apabila pengunjung datang pada weekdays, pengunjung juga bisa bertemu dengan pengrajin wayangnya sendiri. Namun sayang, karena kami berkunjung pada hari sabtu, maka kami tidak dapat menemui pengrajin tersebut. Berikut foto yang kami ambil di Galeri Wayang.

Sedangkan tempat terakhir yang kami kunjungi adalah “Musium Bale Indung Rahayu”.  Begitu memasuki musium ini, pengunjung akan langsung menggigil. Hal ini dikarenakan suasana musium yang gelap ditambah lagu berlirik bahasa sunda yang entah mengapa terdengar begitu menyakitkan. Lorong pertama yang harus dilewati pengunjung ketika menjelajahi Bale ini adalah lorong kehidupan. Disini, dijelaskan awal mulai manusia dari mulai benih hingga menjadi janin. Tentu saja semua hal yang berada di musium ini dilengkapi dengan keterangan-keterangan yang biasa digunakan oleh orang sunda.

Setelah melewati lorong kehidupan, pengunjung akan dibawa berkelana ke lorong kehidupan, dimana lorong ini penuh dengan informasi tentang keterangan perkembangan manusia dari mulai lahir hingga dewasa. Setelah itu, pengunjung akan dibawa untuk menikmati moment masa kecilnya dengan bernostalgia tentang permainan-permainan tradisional yang dulu populer sebelum dikalahkan oleh gadget. Pengunjugn dapat mencoba memainkan mainan yang ada disini. Contoh permainan yang ada antara lain, permainan sondlah, permainan panggal, permainan congklak dan permainan-permainan lainnya yang identik dengan permainan anak kecil suku sunda.

Setelah itu, pengunjung akan dimanjakan dengan instrumen musik tradisional yang kini sudah jarang ditemui. Apabila pengunjung beruntung, mereka akan mendapatkan Guide yang akan mengajarkan secara sekilas cara-cara memainkan alat musik tersebut. Rasanya benar-benar seperti sedang kembali pada masa-masa sekolah dasar. Bermain angklung, kecapi, suling, dan beberapa instrumen lainnya yang namanya saja sudah tak lagi familiar.

Setelah melewati proses tersebut, pengunjung akan berakhir disuatu lolorng terakhir dimana lorong ini menjelaskan tentang proses kematian manusia. Dari mulai roh dicabut hingga hari penghisaban. Disini, pengunjung akan merasakan udara yang sedikit lembab, situasi yang sedikit menyeramkan dan irama lagu yang menakutkan. Namun semua memang dirancang sedemikian rupa sehingga musium ini kiranya mampu mengingatkan manusia akan kodrat hidup dan matinya. Sayangnya, saking serunya kami mencoba berbagai permainan dan alat musik tradisional di Bale ini, kami sampai lupa untuk mengambil foto.

Nah, setelah membaca kisah perjalanan kami, apakah kalian tertarik untuk sejenak meninggalkan trend wisata selfie dan beralih ke wisata budaya yang ternyata seru juga? Wisata budaya juga bisa menjadi tempat yang estetik untuk dibidik dan dijadikan bahan feeds kalian lho! Ayo, tunggu apalagi, kami tunggu kedatangannya di Kota Purwakarta yaJ

Chyndanita Rizqy R (1505192), Marsheila F (1506390), Ulfah Nurfadilah (1506393)