Kagai Jugyou (3) : Azka dkk Memandu Takuya-san ke Kawah Putih

[et_pb_section fb_built=”1″ admin_label=”section” _builder_version=”3.0.47″][et_pb_row admin_label=”row” _builder_version=”3.0.47″ background_size=”initial” background_position=”top_left” background_repeat=”repeat”][et_pb_column type=”4_4″ _builder_version=”3.0.47″ parallax=”off” parallax_method=”on”][et_pb_text admin_label=”Text” _builder_version=”3.0.47″ background_size=”initial” background_position=”top_left” background_repeat=”repeat”]

Berikut akan diperkenalkan artikel ketiga yang ditulis oleh mahasiswa DPBJ UPI setelah melaksanakan kagai jugyou (kegiatan pembelajaran di luar kelas) untuk mata kuliah Chujokyu Kaiwa II yang diampu oleh Dewi Kusrini M.Pd, M.A.

Artikel ke-3, dari kelompok Azka dkk (tingkat 3) yang telah memandu Takuya-san, orang Jepang yang selalu hadir pada mata kuliah Chujokyu Kaiwa II untuk membantu memberikan saran atau koreksi kepada mahasiswa Indonesia saat berbicara dalam bahasa Jepang, pergi ke Kawah Putih tanggal 8 Maret 2018. Selamat menyimak artikel perjalanan mereka yang menyenangkan.

Kagai Jugyou (3) : Azka dkk Memandu Takuya-san ke Kawah Putih

Dalam kelas chuujoudokyuu kaiwa II pada semester ini, kebetulan ada satu orang Jepang yang datang selama beberapa minggu ke kelas. Orang itu diundang untuk datang ke kelas oleh salah satu dari kelompok kami. Karena itulah kegiatan belajar di kelas menjadi semakin menyenangkan karena datangnya native speaker Jepang. Dari beberapa tugas yang kami dapatkan, ada salah satu tugas yang mengharuskan kami membentuk sebuah kelompok bebas untuk melakukan tour guide pada orang Jepang ke tempat wisata di sekitar Bandung. Maka dari itu, kami membentuk kelompok beranggotakan delapan orang. Kelompok itu ialah Ahmad Rasis, Azka, Dwipanji, Gestri, Nadya Laras, Reza Luthfianto, Ulfa Kania, dan Virgindary Rachma.

Kebetulan di suatu minggu, kelas kaiwa kami ditiadakan dan diganti menjadi 課外授業(かがいじゅぎょう), yaitu kegiatan belajar mengajar yang dilakukan di luar kelas. Karena kelasnya adalah kelas kaiwa, maka tugas tour guide ialah tugas yang sangat tepat untuk dilakukan. Karena dengan melakukan tour guide kepada orang Jepang langsung, mahasiswa dapat melakukan praktek langsung bagaimana cara berinteraksi kepada orang Jepang.

Sudah dari jauh hari, kelompok kami dan salah satu kelompok lain bersepakat ingin melakukan kegiatan bersama-sama karena kami mendapat orang Jepang yang sama, tak lain ialah Sakaue Takuya-san, orang Jepang yang datang ke kelas kami. Kemudian, setelah kami berunding secara pribadi dan menimbang-nimbang kemana lokasi yang akan kita tuju, kami pun sepakat akan pergi ke Kawah Putih.

Kawah Putih adalah salah satu destinasi wisata di Bandung, lebih tepatnya berlokasi di Ciwidey, Jawa Barat sekitar 50km dari arah selatan Kota Bandung. Menurut website “Aneka Tempat Wisata” ,Kawah Putih ialah sebuah danau yang terbentuk akibat letusan Gunung Patuha yang memiliki tanah putih yang bercampur dengan unsur belerang. Karena air danau di Kawah Putih telah bercampur dengan unsur belerang itulah, warna air dapat berubah menjadi putih kehijauan sesuai dengan perubahan suhu dan cuaca. Maka dari itu, jangan merasa heran apabila menginjakkan kaki disana langsung disambut dengan bau belerang.

Kami berencana untuk berangkat pada hari Kamis, 8 Maret 2018 pukul 09:00. Setelah sehari sebelumnya kami mengatur siapa saja yang pasti ikut dan mengatur kendaraan, daerah Holis pun menjadi lokasi tempat kami bertemu untuk melanjutkan perjalanan. Beberapa orang yang tinggal di sekitar UPI memutuskan untuk pergi bersama ke daerah Holis dan sisanya langsung berangkat ke tujuan. Orang-orang yang ikut pergi hari itu ialah Kang Dawam, Ihsan, Ghifari, Bagus, Reza, Azka, Nadya, Gestri,  Dwipanji, dan tentu saja Takuya-san. Sayang sekali tiga orang dari kelompok kami tidak dapat bergabung, namun karena rencana sudah terlanjur matang dan telah disepakati oleh Takuya-san dan kelompok lain, maka mau tidak mau, kami tetap melanjutkan rencana.

Namun ternyata tidak sesuai dengan rencana awal, terdapat beberapa orang yang tersasar, datang terlambat dan juga terjadi miskomunikasi pun membuat waktu perjalanan kami ikut mengalami keterlambatan sehingga kami baru berangkat sekitar pukul 9:45 pagi. Hari itu perjalanan berlangsung lancar, rombongan motor kami pun selalu mengecek kondisi dan posisi yang lain, meskipun terkadang ada beberapa orang yang tertinggal rombongan. Perjalanan total berlangsung selama tiga jam, karena hari semakin siang, matahari terasa semakin panas. Kami juga menyadari bahwa Takuya-san yang tidak biasa naik motor pun mulai terlihat gelisah, mungkin karena dia lelah duduk selama berjam-jam dalam perjalanan.

Kami memutuskan untuk menepi sejenak di sebuah minimarket. Kami membeli berbagai cemilan dan minuman untuk dinikmati disana dan juga membeli cemilan untuk dimakan saat itu juga. Ada juga yang membeli es krim dan minuman segar. Wajah mereka terlihat lelah dan terlihat kusam karena debu  di sepanjang perjalanan. Salah seorang dari kelompok kami memutuskan untuk mengabadikan hal itu karena kami akan membutuhkan banyak foto untuk digunakan sebagai hasil laporan. Disana kami mengingat bahwa kami harus membeli masker untuk dipakai di Kawah Putih karena kadar belerang yang sangat tinggi disana. Apabila kita terus menghirupnya, akibatnya tidak baik untuk tubuh. Salah seorang dari kelompok Kang Dawam pun membeli masker tersebut untuk kami.

Setelah beristirahat sejenak, kami pun kembali melanjutkan perjalanan. Ternyata dari tempat kita beristirahat tidak terlalu jauh dari lokasi Kawah Putih. Hanya sekitar dua puluh menit, kami tiba di Kawah Putih. Ternyata benar saja, kami pun segera tiba dan memasuki jalur motor. Kami pun menemukan loket tiket kawah putih khusus pengguna motor. Kami merogoh kocek sekitar dua ratus ribu untuk sembilan pengunjung lokal dan satu orang turis asing. Harga tiket masuk pengunjung lokal sekitar Rp. 18.000,- , sementara untuk turis asing sebesar Rp. 50.000,- berlaku untuk weekdays dan weekend. Uang yang kita keluarkan sudah termasuk biaya kendaraan ontang-anting untuk pulang-pergi.

Kami memarkirkan motor kami di parkiran bawah yang harganya murah. Sebenarnya kami dapat memarkirkan kendaraan kami di atas, dengan kata lain kita dapat membawa kendaraan sendiri hingga ke parkiran dekat puncak kawah putih. Hanya saja harga yang ditawarkan jauh lebih mahal, hingga mencapai puluhan ribu.

Udara segar menyapa kami setiba disana setelah kami memarkirkan kendaraan kami. Kami pun membagikan masker pada setiap orang. Beberapa orang ada yang sudah merasa kedinginan dan ada yang tidak. Kami berjalan melewati beberapa pepohonan tinggi dengan pemandangan yang tidak kalah menarik. Kami sudah merasa sangat excited dengan perjalanan dan penasaran dengan apa yang menanti kami di Kawah Putih. Kami pun berbicara dengan Takuya-san, menanyakan kesan-kesan selama perjalanan kesana. Apa yang ia rasakan, dan ia mengatakan bahwa tubuhnya pegal dan sakit karena duduk selama tiga jam di motor, namun dia merasa sangat senang karena akhirnya dapat berwisata dengan teman-teman semua.

Setelah berjalan, tak jauh dari sana kami melihat ada sebuah pangkalan ontang-anting berwarna jingga. Kami pun naik ke ontang anting. Biasanya ontang-anting akan memulai perjalanan ketika seluruh kursi sudah terisi oleh penumpang. Namun karena kita adalah rombongan sepuluh orang, maka tak perlu menunggu lama, kami pun segera pergi ke Kawah Putih dengan dua orang pengunjung lain yang tak kami kenal.

Ontang-anting adalah sebuah kendaraan yang sebenarnya berbentuk mirip angkot, namun pintunya dilepas, sehingga hanya terdapat kursi supir dan penumpang di depan, juga tiga baris kursi di belakang dengan rantai penyangga di pinggir sebagai ganti pintu. Ketika kami menaiki ontang-anting, kondisi jalan yang menanjak dan kurang baik menjadi kesenangan sendiri bagi kami. Bagaimana tidak cukup berbahaya? Jalan sempit rusak dan tanpa pintu yang melindungi kami, ontang-anting berjalan dengan cepat. Terkadang berselisihan dengan kendaraan yang menuju arah sebaliknya. Karena kawah putih terletak di gunung, pinggir kami merupakan jurang kecil tanpa penyangga di pinggirnya. Namun hal itu benar-benar menyenangkan. Hal yang sebetulnya menyeramkan karena cukup berbahaya justru membuat kami tertawa dan bernyanyi sepanjang perjalanan dari parkir bawah ke arah kawah karena sensasi menegangkan yang dirasakan.

Akhirnya setelah perjalanan yang menegangkan, kami sampai disebuah tempat dengan papan tanda bertuliskan Kawah Putih yang ditulis sangat besar beserta dengan peta di sebelahnya. Dengan semangat, kami pun pergi ke arah kawah putih. Kemudian, kami berjalan ke arah sebuah jembatan dengan kayu. Ternyata tempat itu adalah sebuah tempat dimana ada sebuah bangunan kayu kecil seperti gazebo. Tempat itu berada di atas kawah putih, dimana seluruh pemandangan kawah putih dapat terlihat dari atas sana. Dari sana, kami merasa sangat takjub dengan pemandangan yang ada. Takuya-san juga sama-sama merasa takjub dan mengeluarkan ponselnya dan memotret pemandangan beserta teman-teman. Kami merasa semakin tak sabar ingin segera turun dan pergi ke kawah putih langsung. Namun kami memutuskan untuk mengambil beberapa foto disana. Namun karena kami memblocking cahaya, maka pemandangan tidak dapat terlihat jelas. Maka dari itu, kami memutuskan untuk berfoto seadanya.

Setelah puas mengambil banyak foto, kami langsung berlari penuh semangat ke arah kawah putih. Jalan menuju kawah putih berupa tangga kayu menurun. Sesampainya di kawah putih, tak merasa malu, kami menunjukkan kekaguman terhadap pemandangan alam yang keindahannya tidak dapat dijelaskan hanya dengan kata-kata. Selain itu, hari itu adalah kali pertama kami semua untuk pergi ke kawah putih, baik orang asli Bandung dan orang luar Bandung. Kami benar-benar tak dapat menyembunyikan kebahagiaan kami ketika berada di tempat itu bersama dengan teman-teman.

Disana, kami langsung mengambil banyak foto bersama dan juga foto pemandangan di kawah putih. Tak lupa, kami pun mengabadikan hari itu dalam sebuah video. Kami juga berfoto dengan Takuya-san dengan gaya-gaya yang serba aneh dan membuat kami semua tertawa terbahak-bahak.

Perhatian kami pun mulai tertuju pada air danau kawah putih yang berwarna sangat cantik, yaitu putih kehijauan. Warna kehijauan yang dingin, namun entah kenapa terlihat hangat. Kami pun penasaran ingin mencoba menyentuh air tersebut. Apakah air itu hangatm atau apakah air itu dapat disentuh. Dengan rasa ragu, salah satu dari kami mencoba menyentuh air tersebut. Ternyata air tersebut terasa dingin. Kami pun menyadari bahwa telapak tangan akan menjadi bau belerang apabila menyentuh air itu. Kami juga melihat beberapa tanaman kecil berwarna biru kehijauan yang kami pikir menyebabkan air tersebut berwarna kehijauan.

Karena satu orang telah mencoba, maka kami semua mulai mencoba menyentuh air itu dan terkadang bercanda dengan teman lainnya, seperti mencipratkan air tersebut ke arah teman yang lain. Takuya-san juga tidak kalah bersenang-senang, ia bercanda dengan cara mencoba mendorong salah satu orang dari kelompok kami ke arah air danau. Namun ketika ia menyentuh airnya dan menghirup baunya, ia pun terlihat tidak menyukainya dan bertanya mengapa air ini bisa sebau itu. Kemudian kami pun menjelaskan bahwa air tersebut bercampur dengan unsur belerang yang terdapat pada kawah gunung.

Setelah kami mengambil berpuluh bahkan beratus foto di kawah putih, kami memutuskan untuk naik kembali dan beristirahat. Karena ada salah seorang yang mulai merasa pusing karena kadar belerang yang tinggi. Kemudian di perjalanan mencari tempat sepi untuk menikmati perbekalan, kami menemukan sebuah spot bertuliskan kawah putih yang berada tepat di depan hutan diatas kawah putih. Kami meminta tolong pada orang yang lewat untuk mengambil foto kami. Kami pun berjalan-jalan sejenak di hutan untuk berfoto karena terdapat banyak kabut yang akan terlihat bagus ketika berfoto. Selesai itu, kami pun menikmati perbekalan kami. Beruntung kami membawa banyak perbekalan seperti camilan, roti, dan minuman, sehingga kami dapat saling berbagi satu sama lain sambil bercerita.

Setelah itu, kami pulang dan memutuskan untuk mencari makan di daerah sekitar Mohammad Toha. Kami sengaja tidak makan di daerah tempat wisata karena harga yang terlalu mahal dan sangat tidak masuk akal. Perjalanan hari itu berakhir pukul empat sore hari. Kami pulang ke arah yang berbeda-beda setelah kami selesai makan. Kami merasa sangat bahagia dan kami membuat janji untuk kembali bermain bersama lagi suatu hari nanti.

Rasanya tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata, baik apa yang kami rasakan hari itu, dan juga pemandangan menakjubkan dari kawah putih yang benar-benar memanjakan mata. Suatu hari nanti, kami pasti akan bermain bersama kembali ke suatu tempat yang lebih menakjubkan lagi dan dengan pengalaman yang lebih menyenangkan lagi.

Azka Dhiya Saffanah 1501758, Dwipanji Abdi Pangestu 1504563, Gestri Galuheana 15072258,

Nadya Laras Andjani 1501999, Reza Luthfianto 1505752

 

 

 

[/et_pb_text][/et_pb_column][/et_pb_row][/et_pb_section]