Senam Jantung “Jilid Dua” Perjalanan JBIP 2015

Laporan AHMAD DAHIDI dari Osaka Jepang

“Pak! bagasi saya tidak ada.” Itulah ungkapan yang saya terima dari salah seorang peserta JBIP 2015 dengan wajah yang setengah mau menangis. “Kenapa bisa begitu? Apa sudah dicari di tempat kedatangan bagasi pesawat kita?” “Sudah, Pak! Tapi tidak ada,” jawabnya. Lalu saya mencari informasi kepada petugas di Bandara Kansai, Osaka, Jepang. Ternyata benar, bagasi yang dimaksud tidak ada. “Mungkin tertinggal di Kualalumpur, mungkin terbawa oleh pesawat lain, mungkin juga terbawa entah kemana,” Demikian jawaban petugas yang saya peroleh. “Tapi kami akan berusaha menghubungi petugas penerbangan, dan kalau bagasi itu ditemukan di Kuala Lumpur, baru bisa nyampai Kansai Sabtu malam atau Minggu pagi,” demikian pertugas Bandara Kansai memberikan penjelasan kepada saya.
“Nanti saya cek keberadaan bagasi tersebut. Paling cepat, bagasi bisa diterima oleh kami, Sabtu malam atau Minggu pagi,” demikian penjelasan petugas tersebut. Saya bisa keluar dari pemeriksaan imigrasi paling belakang. Sebab, entah kenapa hari ini orang asing (termasuk dari Indonesia) yang datang ke Jepang demikian banyaknya, sampai-sampai antri pemeriksaan di imigrasi nyaris satu jam. Kemungkinan karena regulasi pemerintah Jepang yang membuat bebas visa atau entah apa saya tidak mengetahui penyebabnya.

Kenapa artikel ini berjudul “Senam Jantung – Jilid Dua”? Sebab pada episode JBIP (waktu itu masih bernama OBIP) pernah mengalami senam jantung yang cukup dasyat yaitu tidak lancarnya proses visa sehingga keberangkatan kami sampai tertunda dua kali, dan “merugi” dana yang sangat besar. Mengenai senam jantung jilid satu ini bisa dibaca di www.upi.edu (http://berita.upi.edu/2013/07/17/sekelumit-kisah-pembelajaran-obip-2013-senam-jantung-menjelang-ramadhan/). Masih sekitar tas atau bagasi, pengalaman yang sama pernah juga saya alami ketika bersama rombongan guru dan kepala sekolah di Karawang ke Jepang beberapa tahun yang lalu. Info yang lebih detail bisa dibaca di karawangnews.com (http://www.karawangnews.com/2012/06/geliat-dinas-pendidikan-karawang.html). Dalam perjalan itu tas salah seorang peserta rombongan tertinggal di bandara Kansai. Lihat artikel berjudul “Perjalanan Sebuah Tas“ (Sementara perjalanan bagasi belum ada kepastian, kemarin (Sabtu, 16 Mei) dikejutkan oleh sebuah berita duka yang membuat senam jantung lagi, yaitu ayah tercinta saya meninggalkan dunia. Memang kalau takdir sudah berbicara A atau B, kita tidak bisa berbuat apa-apa. Hanya doa yang bisa kita panjatkan kepada penguasa bumi dan langit ini “Innalillahi wa innailaihi roojiun….Alloohummaghfirlahuu warhamhuu wa’aafihii wa’fuanhu…. Ya, Allah semoga ayah tercinta saya diterima iman Islamnya, diampuni segala dosanya serta mendapat tempat terindah di sisi –Mu, Amiin Ya Robbal Alamin.”
Untuk pertama kali dalam hidup ini, saya menulis sebuah artikel disaksikan butiran air mata dan perasaan sedih yang demikian mendalam. Tapi tidak mengapa, Sebab saya masih bisa berdoa. Saya sangat yakin dan percaya bahwa doa merupakan alat komunikasi batin yang akan mampu menembus sekat di alam sana, dan akan sampai di telinga ayah saya. Meskipun secara fisik saya tidak bisa menghadiri pemakaman, tapi selama sebulan sebelum ayah meninggal beliau tinggal di rumah sehingga sebulan terkahir bisa mengoptimalkan pengabdian seorang anak untuk ayahnya.
Sedikit hati ini terasa terobati ketika saya ingat, ayah saya gendong, saya suapin, dan saya hibur semampu saya. Ayah saya hanya bisa menangis, menangis, dan menangis terus. Saya tidak begitu mampu membaca dan memaknai tangisan ayah yang sebenarnya. Wajar kalau saya pun mengeluarkan air mata. Ternyata tangisan seorang ayah dan anaknya waktu itu merupakan tangisan terakhir yang memisahkan hubungan fisik antara saya dan ayah. Meskipun demikian, Saya sangat bangga dan berbesar hati karena beberapa hari sebelum meninggal, sempat bertemu dulu dan mohon doa restu agar perjalan saya ke Negeri Sakura memperoleh berkah. “Hati hati di jalan,” demikian jawaban ayah saya dengan suara yang sangat pelan.

Alhamdulilah, hari ini ada kabar yang menggembirakan dari petugas bandara melalui penitia JBIP 2015 di Jepang bahwa bagasi yang “hilang” itu bisa ditemukan dan akan diantarkan langsung ke asrama tempat kami tinggal besok sore “ スーツケースは明日の午後6時ごろに宿舎に届きます。さきほどエアアジアから連絡がありました。(bagasi akan diantarkan langsung ke asrama kira-kira pukul 18.00 sore besok. Tadi ada informasi dari Air Asia“, demikian isi sms yang saya baca.
JBIP 2015
Seperti halnya kegiatan yang dilakukan pada program OBIP maupun JBIP tahun sebelumnya bahwa program JBIP tahun 2015 ini adalah program berjangka satu bulan terhitung sejak 14 Mei hingga 13 Juni 2015. Dari lamanya waktu dan kuota yang dialokasikan oleh pihak sponsor Jepang masih sama dengan tahun sebelumnya yaitu selama satu bulan dengan jumlah peserta 20 orang. Namun ada sedikit perbedaan untuk asal perguruan tinggi peserta JBIP 2015. Secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut. Peserta JBIP 2015 terdiri atas mahasiswa UPI sebanyak 10 orang, 2 orang mahasiswa masing masing dari ITB dan ITS, sedangkan dari UMY, Unikom, Widyatama, UNJ, Unes, dan STBA Yapari ABA Bandung masing-masing satu orang.
Dalam tahap persiapan ini, diawali dengan MoU antara sponsor Jepang dan pimpinan perguruan tinggi yang dimaksud. Lalu ditindaklanjuti dengan seleksi administrasi antara lain harus memenuhi persyaratan sbb. (1) harus mahasiswa aktif/terdaftar; (2) menyerahkan pasphoto; (3) mengisi formulir yang disediakan panitia seleksi; (4) sehat rohani dan jasmani dinyatakan oleh surat keterangan dokter: (5) menyerahkan karangan bentuk esai tentang alasan ingin mengikuti program JBIP 2015. Bagi mereka yang memenuhi persyaratan ini dan dinilai layak, diharuskan mengikuti wawancara. Dari rangkaian proses ini, dihasilkan 20 orang peserta terpilih yang sekarang sudah berada di Jepang.
Jumlah peminat dari seluruh perguruan tinggi kurang lebih sebanyak 300 orang, yang masuk nominasi seleksi tahap pertama 50 orang, dan dari 50 orang diambil 20 orang. Yang menjadi penentu utama kelulusan hingga peserta berhasil bisa ikut sebagai peserta JBIP 2015 yaitu (1) kemampuan bahasa Jepang dan atau bahasa Inggris yang baik; (2) menunjukkan sikap rajin dan tekun serta “tekad” yang kuat ingin belajar; (3) siap “mengeluarkan” dana kira-kira sebesar Rp 4~5 juta untuk digunakan sendiri, yaitu menutup kekurangan persiapan (terutama untuk biaya membuat paspor, biaya visa, biaya pembekalan/pelatihan, asuransi perjalanan, dan keperluan lainnya untuk peserta itu sendiri).
Khusus bagi mahasiswa UPI yang pada semester genap 2014/2015 telah mengontrak mata kuliah KKN, maka keikutsertaan JBIP 2015 bisa disetarakan dengan nilai KKN tersebut. Kegiatan JBIP 2015 meliputi bidang peningkatan sumber daya manusia perusahaan, akuntansi, teknik pemasaran produk, bisnis properti, dll.
Menyinggung soal pendanaan, setiap peserta JBIP telah menerima bantuan dana dari perusahaan sponsor sebesar 150.000 yen. Dana ini digunakan untuk akomodasi selama di Jepang, tiket pesawat pulang pergi dari Bandung ke Osaka (PP). Dan bila uang masih tersisa, diberikan secara tunai oleh sponsor Jepang ketika tiba di Jepang. Selama ini antara 25~30.000 yen. Nominal ini tidak bisa dipastikan karena sangat dipengaruhi harga tiket pesawat dan sewa asrama. Artinya, semakian mahal sewa asrama dan harga tiket pesawat, maka nominal uang tunai yang diterima peserta JBIP akan semakin sedikit sebab plafon setiap orang sudah ditentukan yaitu sebesar 150.000 yen.
Untuk JBIP 2015, setiap peserta menerima uang tunai sebesar 25.000 yen. Suntikan dana ini untuk keperluan transportasi dari tempat tinggal ke tempat training. Untuk keperluan hidup sehari-hari seperti beras, perlengkapan masak, perlengkapan makan (piring, sendok, sumpit, rice cooker, wajan, dll), TV, WIFI, kulkas, dll. sudah disiapkan oleh sponsor Jepang. Intinya, peserta JBIP bisa menghemat biaya hidup dengan masak sendiri, makan pagi di asrama lalu bisa membawa “bentou” (bekal makanan) untuk makan siang.
Sebelum berangkat, setiap peserta JBIP telah mengikuti kursus bahasa Jepang di NLEC Center yang dilaksanakan selama sepuluh hari terhitung dari tanggal 27 April s.d. 9 Mei 2015.
Berbeda dengan OBIP atau JBIP sebelumnya, untuk JBIP 2015 ditangani langsung oleh sebuah yayasan Jepang dan dikelola oleh dua perwakilan perusahaan Jepang di Bandung, yaitu PT. Okatos Hero Mandiri (OHM) dan PT. Waku Labo (yang secara teknis kerjasama dengan NLEC Center). Secara rinci pembagian tugasnya yaitu PT. OHM menuntaskan MoU antara perusahaan sponsor Jepang dan perguruan tinggi di Indonesia, mempersiapkan tiket, dan proses visa; sedangkan NLEC Center lebih terfokus pada persiapan mental, pemantapan keterampilan bahasa Jepang para peserta, informasi kejepangan seperti cara naik trem, informasi lingkungan tempat tinggal, gambaran singkat tempat training, dan diakhir pembekalan diselenggarakan syukuran alakadarnya (makan bersama-sama).

 
Sumber: http://berita.upi.edu/?p=4069 [17 Mei 2015]