Altesha, Cerpen “Hokkaidou Arigatou”

Dosen DPBJ Ibu Noviyanti Aneros S.s., M.A yang mengajari kami pada mata kuliah Nihon Bungaku atau Sastra Jepang pada tahun 2017, meminta kami untuk membuat hasil karya berupa cerpen terkait Jepang.

Berikut hasil karya cerpen yang telah saya coba tulis. Semoga dapat menghibur para pembaca semua.  

 “Hokkaidou Arigatou”

Altesha Cinderafiary

Bandung, Februari 2014

              Sore itu angin berhembus sejuk memberikan nuansa santai dan damai. Aku yang sedari tadi betah duduk di taman batu belakang fakultas ku asyik bercengkrama menghabiskan waktu sore di hari Selasa bersama teman sekelasku, mulai dari menceritakan banyak kisah lucu nan klasik yang sangat menarik hingga tugas yang membuat kami harus selalu begadang dikejar deadline. Ah, rasanya ingin ku hentikan saja waktu hingga saat ini agar tak banyak pikiran dan beban yang akan ku hadapi esok hari. Namun, apa boleh buat. Waktu terus berputar hingga tak terasa sore hampir berlalu mendekati waktu maghrib. Kami pun memutuskan untuk pulang saat itu.

              Setiap hari aku mengendarai kendaraan pribadi ke kampus. Sebuah motor matic yang kuberi nama Beti, plesetan dari merk motor yang kukendarai. Beti ini adalah hadiah dari orangtuaku saat aku ulangtahun yang ke 20. Beti ini setia menemaniku kemanapun aku pergi, dan termasuk motor yang tahan banting karena meskipun sudah jatuh berkali-kali tapi tetap kuat mengitari jalanan kota Bandung yang ramai. Aku sangat senang ketika mengendarai Beti sambil mendengarkan musik lewat smartphone yang dihubungkan dengan headset. Karena dengan mendengarkan lagu ketika berkendara membuat perasaan menjadi lebih baik dan tidak terasa sepi.

              Tak terasa aku hampir sampai di gerbang komplek rumahku. Dari jauh, pak satpam sudah siap menyapaku dengan hangat dan sapaan andalannya yang terkesan basa-basi adalah “Neng, baru pulang?” sambil menggerakkan tangannya ke arah alis, tanda gerakan hormat. Aku pun membalas sapaannya dengan senyuman. Memang aku sudah akrab dengan satpam komplek ini karena ibuku sering menitipkan kunci rumah bila ibu pergi keluar dan taka da siapa-siapa di rumahku.  Rumahku berada di daerah dago dan jauh dari hingar bingar dan padatnya suasana jalan raya sehingga suasana sekitar rumahku sejuk dan hening. Rumahku juga berada di perumahan yang terbilang elite sehingga antar tetangga tak banyak yang saling mengenal. Tetapi aku tak terlalu suka suasana di sekitar rumahku itu karena sosialisasi yang terjalin antar tetangga sangat kurang dan termasuk cuek. Entah kenapa orangtuaku sangat senang memilih rumah dengan suasana seperti itu.

              Tiba di rumah, pembantuku menyapa dan menawarkan makan malam dengan lauk dan nasi yang masih hangat. Aku membalasnya dengan berkata “Ya bi, mandi dulu.”. Sebenarnya aku malas makan saat itu karena masih kenyang, tetapi tak enak karena Ayah, Ibu, Adik dan Nenekku sudah menungguku untuk makan malam. Akhirnya dengan terpaksa sehabis mandi kuhabiskan makan malamku dengan lahap dan sehabisnya aku menyesal karena hari ini aku sudah makan 4x dalam sehari. Maafkan aku badanku, jangan bertambah gemuk. Hanya sekali aku makan 4x dalam sehari, besok-besok aku tidak akan mengulanginya lagi, batinku dengan penuh penyesalan.

              Sehabis makan, aku langsung merebahkan badanku di atas tempat tidurku. Aku sadar ini akan membuat ku gemuk, tetapi setelah makan lalu rebahan itu nikmatnya tiada dua. Kuputuskan untuk melamun beberapa saat, memikirkan apa saja yang telah ku lakukan seharian ini, dan memejamkan mata beberapa saat hingga aku disadarkan oleh ketukan pintu kamar dan tak lama pembantu ku bilang “Neng, ada tamu di depan. Katanya temen Neng, tapi bibi gak kenal soalnya belum pernah kesini. Laki-laki neng, lumayan kasep.” ujarnya. Aku pun langsung keluar kamar menghampiri siapa sebenarnya yang dimaksud pembantuku itu. Tak lama, aku melihat seorang laki-laki memakai jaket jeans berbadan tegap membalikkan badannya melihat ku dengan tersenyum. Aku pun terdiam terpaku karena kaget. Bagaimana bisa dia tahu aku tinggal disini. “Ramdan?” hanya itu yang bisa aku ucapkan ketika pertama kali melihat dia ada di dalam rumahku.

 

Bandara Soekarno Hatta, Februari 2013

              Hari ini hari pemberangkatanku ke Jepang. Aku diantar oleh Ayah, Ibu dan Adikku ke bandara internasional yang ada di Tangerang. Aku mendapatkan beasiswa full 1 tahun di Hokkaido. Awalnya aku tak antusias dan berencana tak akan mengambil beasiswa tersebut. Tetapi, orangtuaku yang memaksaku untuk mengambil beasiswa tersebut karena kesempatan tak datang 2 kali. Akhirnya aku pun menuruti kemauan oranngtuaku dan mengambil beasiswa tersebut dengan berat hati dan perasaan tak niat. Namun dukungan dari keluargaku memberikanku semangat hingga aku yakin sekali akan baik-baik saja selama berada di Jepang. Tak banyak barang bawaan yang kubawa, hanya sebuah koper dengan ukuran sedang, sebuah ransel untuk menyimpan kamera dan keperluan lainnya, dan tas kecil kesayanganku yang selalu aku pakai kemanapun. Akhirnya, tiba saatnya aku berpamitan dengan kedua orangtua dan adikku untuk berangkat ke Jepang. Ayahku memelukku dengan erat sambil memberikan nasihat dan pepatah selama aku berada di Jepang nanti. Ibuku menangis karena tak kuasa melihat anak perempuannya akan pergi jauh dengan waktu yang lumayan lama di negeri yang entah itu bagaimana keadaan sebenarnya. Aku pun terbawa suasana karena tak kuasa melihat ibuku menangis. Selang 15 menit aku berpamitan dengan keluargaku, aku masuk ke area ruang tunggu di bandara Soekarno Hatta. Aku sempat melambaikan tangan kepada keluargaku sebelum masuk ke ruang tunggu. Perasaanku sedih karena akan berjauhan dengan keluargaku tapi ini semua juga demi keinginan mereka. Aku pun duduk di salah satu kursi sofa yang ada disana dengan penerima beasiswa yang lainnya. Aku bersebelahan dengan mahasiswa bernama Ramdan, dari salah satu universitas negeri ternama juga yang ada di Bandung. Tak lama, aku merasa nyaman mengobrol dengannya. Di dalam pesawat pun kami duduk bersebelahan. Tak banyak yang kami bicarakan karena saat itu kami kelelahan. Kami pun tertidur hingga seseorang yang membangunkanku yang masih rekanan kami bilang “Hei, udah sampe nih. Mau tidur sampai kapan? Apa mau balik lagi ke Indonesia? Hahaha” candanya. Kami pun bergegas untuk turun dan mengambil barang bawaan kami di kabin. Kami berjalan masuk ke dalam bandara Sapporo setelah sebelumnya kami terbang dari Tokyo Haneda Airport selama kurang lebih 90 menit.

Sapporo, Februari 2013

Suasana di bandara itu sangat ramai padahal hari sudah larut. Sampailah kami pada tempat pengambilan barang bawaan dari bagasi pesawat dan kami menunggu koper kami di sebuah escalator barang. Selama menunggu, aku dan Ramdan terus mengobrol mulai dari membahas yang tak penting hingga urusan masing-masing. Dan dari situlah aku mulai jatuh cinta kepada Ramdan, orang yang baru ku kenal beberapa jam di bandara Soekarno Hatta.

Di bandara, kami dijemput oleh bus khusus yang telah disediakan pihak  universitas yang akan menampung kami di Jepang. Kami pun disambut sangat ramah oleh kemahasiswaan universitas tersebut. Akhirnya karena hari sudah larut tanpa banyak basa-basi kami dipersilahkan masuk ke dalam bus menuju asrama yang telah disediakan. Lagi-lagi Ramdan duduk di sebelahku dan tak banyak percakapan yang terjadi. Semua kelelahan dan tertidur hanya aku saja yang masih terjaga.  Ku putuskan untuk memeriksa handphone ku dan mengabarkan kepada keluargaku bahwa aku sudah sampai dengan selamat di Hokkaido. Tak ada balasan saat itu karena di Indonesia menunjukkan waktu pukul 3:00 dini hari. Sambil memainkan smartphone ku, aku sedikit curi-curi pandang memandangi wajah Ramdan yang saat itu tertidur lelap. Entah kenapa saat itu tanpa sadar aku senyum-senyum sendiri. Dan tak lama, Ramdan terbangun dari tidurnya dan memergoki ku sedang memperhatikannya sambil senyum-senyum sendiri. Dengan malu, ia berkata “Ngapain liatin aku tidur sambil senyum-senyum gitu?” aku yang saat itu gugup karena ketahuan memandanginya saat tertidur hanya bisa berkata “Apaan, aku senyum-senyum tuh liatin pemandangan lampu diluar bagus banget. Makannya aku senyum. Bukan malah liatin kamu tidur.” Huh, selamat lah aku mengatakan alasanku dengan jelas dan tak terbata-bata. “Oh kirain liatin aku tidur karena terlalu ganteng jadi kamu senyam senyum sendiri” balasnya. “Eh, aku boleh ngomong sesuatu gak sama kamu Al?” tanyanya kepadaku. “Ya nanya aja kali.”balasku. “Gini nih ya, sebenernya aku suka sama kamu dari awal ketemu di bandara. Kamu asik banget diajak ngobrol, nyaman banget aku kalo deket kamu.. Makannya aku deketin kamu terus. Tapi, aku ga berani nembak kamu kalo sekarang karena kita baru kenal sebentar. Nah sekarang, kamu udah ada yang punya belum?” pertanyaan yang tidak kusangka dan aku tak tahu harus menjawab apa karena aku gugup. Tak aku sangka lelaki yang kusukai juga menyukaiku dan mengungkapkannya secara blak-blakan. Pipiku memerah dan aku mematung tak tahu harus bagaimana. “Belum, aku belum punya pacar.” dengan spontan aku menjawab pertanyaannya. Jawabanku sangat jelas sekali bahwa aku mengharapkan dia segera mengatakan perasaannya lebih lanjut lagi. Bodohnya aku ini, menjawab pertanyaan yang tidak dipikirkan dulu sebelumnya. Dia hanya tersenyum dan menatap mataku hingga aku salah tingkah. Tak lama, kami pun sampai di depan asrama. Dengan gugup aku bersiap-siap membereskan barang-barang bawaan ku namun terjatuh. Saat aku akan mengambil barang yang terjatuh, dengan sigap Ramdan mengambil barang tersebut dan berkata “Lain kali kalo gugup diem aja. Sini biar aku yang bawain”. “Eh aku gak apa-apa ko Ramdan. Biar aku sendiri aja yang ba…” belum selesai aku berbicara, Ramdan sudah meninggalkanku di belakang dengan membawa barang-barangku. Sontak seketika suasana di dalam bus pun menjadi ramai karena kejadian itu. “Cieee baru sampe udah ada yang cinlok nih.”. “Aduh yah romantis gitu si Ramdan. Awas hati-hati Al, tau-tau dia playboy.” Seru mahasiswa dalam bus. Ramdan hanya tertawa dan membalas “Eh, sembarangan.” dan semua pun tertawa.

Ramdan membawakan tas dan bawaanku sampai ke depan pintu kamar asrama. “Makasih udah dibawain sampe sini, tapi barang bawaan kamu masih diluar terusn diluar dingin banget. Aku bantuin bawa barang kamu juga ya.” Aku menawarkan bantuan kepadanya namun ia menolaknya sambil tersenyum dan berkata “Udah kamu istirahat aja di dalem, udah ya aku ambil barang aku dulu” dan berlari menuju ke bawah. Perasaanku saat itu tak karuan, senangdan heran. Tapi yasudah lah, aku lelah dan memutuskan untuk langsung masuk ke dalamkamar. Aku berada sekamar dengan Yasmin, satu universitas dengan Ramdan. Orangnya ramah dan suka sekali berbicara. Namun yang membuatku kaget adalah saat ia pertama kali berbicara “Aku denger semuanya yang udah Ramdan omongin ke kamu di bus. Wah, emang dasar anak satu itu. Tapi dia anaknya emang baik kok. Selama ini aku hampir 3 tahun sekelas ama dia, ga pernah dia asal ngomong gitu ke perempuan. Kamu beruntung Al. Selamat !”. Aku hanya tersenyum menanggapi ocehannya Yasmin. Karena aku lelah, setelah menyelesaikan membereskan barang bawaanku, aku langsung tertidur.

Esoknya, aku terbangun pukul 10:00 waktu Jepang. Ah, karena hari ini kami diberikan waktu istirahat sampai 3 hari ke depan, aku pun lanjut bermalas-malasan di tempat tidur. Ku lihat Yasmin masih tertidur pulas. Aku memutuskan memeriksa smartphone ku dan melihat banyak notifikasi pesan yang masuk di Line. Ku lihat semua pesan tersebut dari Ramdan, 10 pesan. Kenapa dia mengirimi ku pesan lewat line, padahal kamar kami hanya berjarak selang 4 kamar dari kamarku. Aku pun membuka pesan tersebut karena penasaran. Pesan tersebut berisi :

06:00 “Hei, udah bangun? Aku belum bisa tidur dari malem. Mungkin tempatnya masih baru jadi aku belum terbiasa. Okka (teman sekamarku) udah tidur, aku gaada teman ngobrol. Keluar yuk.”

06:15 “Hei, aku di depan kamar kamu. Aku ketok barusan pintu kamarmu tapi gaada yang jawab”

06:35 “Kayanya kamu masih tidur. Yaudah aku ke supa dulu ya beli camilan”

07:02 “Hei aku ada di supa sebelah asrama. Kamu harus bangun disini makanannya halal semua!”

07:49 “Hei putri tidur. Diluar dingin. Aku pesan mie kuah disini enak. Rasanya kaya makan mie pake telor kalo di Indonesia. Lumayan mahal tapi. Seharga beli 2 bungkus nasi kuning sih harganya”

08:05 “Sekarang udah ga terlalu dingin diluar. Kamu ayo bangun dong kita ke taman yang di depan asrama. Ajak Yasmin juga kita main ayunan”

09:03 “Yah ga bangun-bangun ini anak. Yaudah aku sendiri aja ke taman nya. Kalo udah bangun langsung susul aku kesini ya.”

09:30 “Aku ketemu sama kemahasiswaan yang kemaren. Aku dimarahin soalnya keluar asrama ga ijin dulu. Aku langsung ke supa yang tadi beli makanan buat kamu makan sekalian buat Yasmin juga”

09:45 “Aku beliin roti sama susu buat kamu sama Yasmin. Dimakan yah”

10:00  “Aku gantung makanannya di pintu kamarmu.”

              Aku pun langsung membuka pintu dan benar makanan yang Ramdan belikan untukku ada di gagang pintu kamarku. Aku langsung menghampiri kamarnya dan mengetuk pintu hendak mengucapkan terimakasih padanya dan membayar uang yang telah ia pakai untuk membelikan sarapan untukku. Namun yang membuka pintu adalah Okka, teman satu kamar nya dan mengatakan bahwa Ramdan semenjak Okka bangun sudah tidak ada di kamar. Tak lama akupun meneleponnya dan diangkatlah teleponku itu. “Halo Ramdan, kamu dimana? Sarapannya udah aku terima. Ini aku mau ngasih uang ganti nya”. Namun sepi disana tak ada balasan. Beberapa kali aku memanggilnya dalam telepon, tak ada jawaban. Tak lama, suara langkahnya semakin mendekat “aku di belakang kamu”. Aku pun kaget, dia hanya tertawa. Dengan wajah kesal tak sengaja aku mencubit perutnya dan dia hanya tertawa. “Kenapa sampe khawatir gitu? Aku ga jauh-jauh ko tenang aja. Udah masalah uang gausah kamu pikirin. Makan aja sarapannya. Udah ya aku mandi dulu.” tanpa memberiku kesempatan untuk berbicara, dia masuk ke dalam kamarnya. Lagi-lagi aku tak bisa berkata apa-apa. Hanya diam mematung memperhatikan tubuhnya yang tak terlihat lagi karena sudah masuk ke dalam kamar. Aku terdiam disana hingga Yasmin memanggilku untuk kembali ke kamar.

              Singkat cerita, libur istirahat kami selama 3 hari usai. Kami diminta untuk menghadiri penyambutan mahasiswa/i pertukaran pelajar di universitas di Hokkaido. Ramdan menjadi orang yang memberikan sambutan karena dia merupakan leader di team kami. Setelah acara penyambutan, masuklah kami ke kelas yang memang di khususkan untuk mahasiswa/i yang memang merupakan anggota pertukaran pelajar juga. Di dalam kelas ini, tidak hanya mahasiswa yang dari Indonesia saja, tetapi dari berbagai Negara seperti Inggris, Amerika, Malaysia dan Thailand pun bersatu dalam kelas ini. Kami pun berkenalan satu sama lain dan menjalin pertemanan selama kami berada dalam kelas ini. Seharian kami melakukan kegiatan yang diadakan universitas tersebut. Sungguh hari yang sangat melelahkan namun menyenagkan dan berkesan bagiku.

 

 

             

Hokkaido, pertangahan Oktober, 2013

Kami sudah hampir 8 bulan berada di Hokkaido. Artinya, hanya beberapa bulan lagi kami berada disini. Kami menghabiskan akhir pekan dengan berjalan-jalan ke taman sekitar, membeli barang-barang yang unik di toko-toko souvenir, bermain di taman hiburan terkenal di Jepang dan masih banyak lagi kegiatan yang kami lakukan di Hokkaido. Perkembangan hubungan ku dengan Ramdan pun mengalami kemajuan. Kami resmi jadian yang entah itu tanggal berapa, bulan apa dan hari apa. Karena menurut kami, hal semacam itu tak penting untuk di publish. Kami banyak menghabiskan waktu bersama di Hokkaido. Tak jarang kamipun selalu mencuri-curi waktu di sela-sela kesibukan kami agar bisa berjalan-jalan berdua di sekitaran Hokkaido. Hokkaido terasa indah bagiku saat itu.

              Tak terasa, waktu kami di Hokkaido sudah habis. Kami pulang dengan membawa banyak oleh-oleh yang telah kami beli jauh hari sebelumnya. Ketua yayasan dari universitas, rektor universitas dan kemahasiswaan mengadakan acara pelepasan sebagai bentuk perpisahan kepada mahasiswa/i Indonesia. Mahasiswa/i lain yang berbeda Negara pun turut mengikuti acara tersebut sebagai bentuk solidaritas dan perpisahan untuk melepas kami kembali ke Indonesia. Sedih karena akan meninggalkan Hokkaido dan entah kapan akan kembali lagi kesini. Senang karena kami akan kembali ke Indonesia bertemu dengan keluarga kami masing-masing. Namun, hanya Okka dan Ramdan yang tidak ikut kembali ke Indonesia karena satu dan lain hal. Oleh karena itu, kepulangannya tertunda beberapa minggu. Sedih karena aku tak bisa bersama dengan Ramdan seperti saat kami pergi ke Hokkaido. Tetapi Ramdan hanya tersenyum dan bilang bahwa kami masih bisa berkomunikasi lewat skype. Tak lama pelepasan dan perpisahan yang diadakan oleh universitas kami langsung menuju ke bandara. Ramdan dan Okka sempat melambaikan tangannya mengucapkan sampai bertemu di Indonesia kepada seluruh penumpang di bus dan aku hanya membalasnya dengan senyuman.

 

Soekarno Hatta, Oktober 2013

           Setelah berjam-jam berada di dalam pesawat, transit di beberapa Negara dan sempat makan di salah satu restoran di suatu Negara yang mewah, kami tiba di Indonesia pukul 17:00 WIB. Keluarga kami menyambut kami dengan penuh suka cita. Ayah, Ibu dan Adikku pun menyambutku dengan raut muka bahagia. Mereka memelukku dengan erat karena rindu. Tak lama melepas rindu dengan keluarga masing-masing, kami pamit pulang menuju kediaman masing-masing. Di jalan pulang menuju rumah, aku sempat memeriksa smartphone dan memberi kabarkepada Ramdan bahwa aku sudah sampai dengan selamat di Indonesia. Dia membalas sekadarnya saja karena sedang ada urusan terkait kepulangannya kembali ke Indonesia. Aku pun tak terlalu memikirkannya karena memang ini adalah urusan yang sangat penting. Aku memutuskan untuk tak mengabarinya karena khawatir akan mengganggu fokusnya.

 

Bandung, November 2013

Selama Ramdan di Jepang, kami intens melakukan komunikasi lewat skype dan akhirnya beasiswa nya di perpanjang karena permintaan dari universitasnya di Indonesia. Sampai detik ini pun Ramdan belum tahu kapan dia akan kembali ke Indonesia. Selama itu pula kami melakukan Long Distance Relationship Indonesia-Jepang dan hanya melakukan komunikasi lewat skype. Namun suatu hari, yang biasanya kami selalu ber-skype ria saat malam hari, Ramdan tak menghubungiku. Aku mencoba untuk menghubunginya namun taka da respon. Aku mencoba menghubungi Okka pun tak ada balasan. Kemana mereka?. Apakah Ramdan menemukan orang yang baru sehinnga lupa dengan ku?. Sehari, dua hari, bahkan sampai satu bulan tak ada kabar dari mereka. Aku pun sudah putus asa dan memutuskan untuk tak menguhubunginya lagi.

 

Bandung, Februari 2014

              Hari ini, tepat satu tahun aku bertemu dengan Ramdan. Aku sudah tak terlalu memikirkannya karena selama beberapa bulan ini kami lost contact. Hidupku kini berjalan normal seperti mahasiswa lainnya. Bangun tidur- Mandi-Kuliah-Rapat-Tidur. Begitulah rutinitasku setiap hari. Tak jarang weekend pun aku terpaksa ke kampus karena urusan himpunan. Tak sedikitpun aku memikirkan Ramdan entah karena lupa entah karena sibuk atau terlalu malas untuk memikirkannya, aku tak tahu alasan pastinya. Yang jelas Ramdan sudah tak ada dalam benakku saat itu. Hingga malam ini, ia datang kerumahku entah apa maksudnya. Setelah sekian lama tak berkomunikasi, ia datang dengan wajah ramah dan tersenyum padaku. Setelah aku persilahkan untuk duduk, ia berbasa-basi menanyakan kabarku yang membuatku sangat heran mengapa bisa meninggalkanku tanpa kabar dan sekarang datang dengan wajah tanpa dosa menanyakan kabarku. Ku jawab sekenanya dengan nada sangat malas. Tak lama, ia mulai mengatakan alasan mengapa ia tak menguhungiku selama beberapa bulan tersebut.

              Saat di Hokkaido, ia dituduh akan menyakiti seorang anak perempuan di sekitar area asrama. Itu membuat ia ditahan oleh polisi setempat dan tak bisa menghubungiku karena disana tak boleh memegang alat komunikasi. Okka sudah berusaha sebisa mungkin menjelaskan kronologi yang sebenarnya, namun alasan Okka tak cukup bukti dan terpaksa Ramdan harus ditahan beberapa bulan di sel tahanan. Akhirnya setelah Okka memohon kepada anak perempuan dan keluarga anak perempuan tersebut untuk menceritakan kronologi yang sebenarnya kepada pihak kepolisian setempat, Ramdan diperbolehkan pulang. Karena kemahasiswaan mengetahui kejadian yang menimpa Ramdan, alat komunikasi yang Ramdan dan Okka gunakan terpaksa di sita sampai mereka pulang ke Indonesia karena kemahasiswaan tersebut tak mau pihak Indonesia mengetahui kejadian tersebut. Akhirnya pihak kemahasiswaan dari universitas di Hokkaido berkoordinasi dengan pihak universitas tempat Ramdan kuliah di Indonesia agar memperpanjang masa pertukaran hingga kasusnya selesai. Ramdan dan Okka akhirnya bisa kembali pulang ke Indonesia akhir Januari 2014. Mendengar cerita tersebut, aku merasa bersalah kepadanya dan meminta maaf karena sudah berpikiran yang tidak-tidak. Dia hanya tersenyum dan kembali menceritakan kisahnya selama mengalami masa-masa sulit di Hokkaido.

              “Kenapa kamu gak cerita dari awal terus kenapa kamu gak langsung kabarin aku kalo kamu akhir Januari kemarin udah ada di sini?” tanyaku. Ia hanya menundukkan kepalanya tanpa berbicara. Akhirnya setelah beberapa waktu ia terdiam, ia menceritakan bahwa ia ada dalam masa kritis ketika baru sampai di Indonesia. Karena kelelahan dan sakit yang makin parah, ia harus dilarikan ke rumah sakit dan tak sempat menghubungiku. Akupun menangis mendengarnya, dan akhirnya aku mengerti keadaannya. Ego ku yang tadinya sangat marah menjadi lunak karena mendengarkan kisah yang ia ceritakan padaku tadi. Dan di akhir, ia memohon padaku untuk memaafkannya dan kembali membuat cerita seperti yang kami lakukan di Hokkaido. Tanpa berpikir panjang, aku pun mengiyakan permohonannya dan kami memulai kisah kami yang baru di Indonesia, bukan di Hokkaido lagi seperti tahun kemarin.

              Terimakasih Hokkaido. Kota pertama di Jepang yang aku kunjungi. Kota yang sangat indah, tenang dan berkesan. Banyak cerita dan kenangan manis saat aku berada disana. Dan juga berkat beasiswa ke Hokkaido ini lah aku bertemu dengan Ramdan. Terimakasih kuucapkan sekali lagi padamu Hokkaido, ijinkan aku tuk kembali lagi di lain waktu dengan kenangan yang berbeda namun dengan orang-orang yang sama seperti saat pertama kali aku kesana.